Santri Harus Kuasai Tiga Strategi Dakwah
Kamis, 22 September 2011
Model pengajaran Mata Pelajaran Dakwah SMA Qothrotul Falah dibedakan sesuai jenjang kelasnya masing-masing. Untuk Kelas X misalnya, para siswa diajarkan perihal teori dakwah tekstual; dari pengertian dakwah, tujuan, metodologi, dan sebagainya. Kelas XI lebih menitikberatkan pada model dakwah mujadalah atau dialog/diskusi/perdebatan. Sedang Kelas XII dititikberatkan pada latihan ceramah.
Menurut guru Mata Pelajaran Dakwah, Nurul H. Maarif, pembedaan model pengajaran ini berdasarkan kebutuhan riil di tengah masyarakat dan sesuai panduan ayat al-Qur’an. “Ini sesuai Qs. al-Nahl ayat 125. Di sana, metode dakwah dibedakan menjadi tiga; hikmah, mauidhah hasanah dan mujadalah. Inilah target kami. Kelas X teori saja, kelas XI berlatih diskusi, dan kelas XII berceramah. Sepanjang smester ya itu saja yang dilakukan,” ujarnya.
Apa targetnya? Menurut pria asal Jawa Tengah ini, tiada lain untuk menyiapkan kemampuan santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah ketika kelak terjun di tengah masyakat. “Masyarakat itu beragam jenisnya dan banyak pula kepentingannya. Sehingga, selain memahami teori, kita juga harus memahami strategi berdebat dan metode berceramah, untuk mengambil hati mereka,” katanya. “Banyak orang berilmu, tapi kurang bisa berdiskusi dan minus berbicara yang memukau,” imbuhnya.
Pada Kamis, 21/09/2011 misalnya, di Majelis Puteri Qothrotul Falah, Kelas XI IPA menjalani pelatihan metode dakwah mauidhah hasanah dengan berceramah. Kali ini, yang mendapat giliran pertama adalah Siti Nur Anbiyah, siswa asal Pandeglang. Dengan percaya diri dan suara lantang, dalam ceramahnya yang disaksikan rekan-rekan sekelasnya, ia menyampaikan materi “Mensucikan Diri di Bulan Suci.”
“Kita banyak mendapatkan pengalaman hidup dari paparan penceramah. Namun ada beberapa hal yang juga perlu diperbaiki, termasuk singkronitas antara mukaddimah, judul dan materi,” ujar Abdurrohin menanggapi penceramah.
Itulah aktivitas latihan dakwah yang diselenggarakan Kelas XII. Ada dua langkah yang dilakukan; ceramah dan responsi. Setelah ceramah disampaikan, maka akan diberikan catatan baik yang positif maupun yang negative oleh rekan-rekannya sendiri. “Secara bergiliran, siswa-siswi memang diminta memberikan tanggapan baik yang positif maupun kurang positif. Tujuannya untuk menjadi acuan, mana ceramah yang harus diikuti dan mana yang harus diperbaiki. Juga untuk melatih daya kritis dan kejelian mereka tatkala mendengarkan ceramah orang lain,” ujar Guru Mata Pelajaran Dakwah.
Secara bergiliran, mereka juga akan diundi untuk menyampaikan materi ceramahnya, sesuai tema yang dipilihnya. “Hari ini dikritik, minggu depan giliran mengkritik yang lain. Begitu seterusnya, sehingga tercipta keseimbangan satu sama lain. Harapannya, kita siap dikritik dengan lapang dan kita mampu meluruskan kekeliruan orang lain,” ujarnya.[enha]
0 komentar:
Posting Komentar