Gebyar Idul Adha 1431 H
Takbir Keliling Hingga Nyate Berjama'ah
Selasa, 23 November 2010
Santri-santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten menyemarakkan Idul Adha 1431 H dengan berbagai agenda, baik yang serius maupun yang santai-santaian. Hal ini dilakukan untuk menggebyarkan pelaksanaan hari raya kurban kali ini, yang jatuh pada Rabu, 17 November 2010.
“Kan tiga hari, Rabu-Jum’at, santri-santri tidak menjalani Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sebagaimana biasanya, baik KMB sekolah maupun diniah pesantren. Makanya kita isi dengan kegiatan-kegiatan yang positif bagi santri, sekaligus untuk menyemarakkan perayaan Idul Adha kali ini,” ujar Koodinator Pelaksana Gebyar Idul Adha 1431 H, Agus Faiz Awaluddin.
Ustadz Agus, pria asal Pandeglang ini menuturkan, diantara kegiatan yang diselenggarakan, adalah pawai obor keliling kampung, lomba takbir dengan alat perkusi, rias dan cantik-cantikan asrama, cerdas cermat keiduladhaan, pidato bertema kurban dan kemanusiaan, dan sebagainya.
Untuk lomba takbir misalnya, para santri tampak semarak menjalaninya. Alat-alat seadanya dipakai untuk mengiringi alunan derai-derai takbiran. Ada drum band, marawis, rebana, ember, botol sirup, botol air mineral, bambu, gayung, kaleng rombeng, kentongan dan masih banyak lagi. Allah akbar…allah akbar…allah akbar, lafal ini kian bergemuruh diiringi alunan musik rombeng itu.
“Lomba takbir degan alat-alat rombeng baru kali ini kita lakukan. Ternyata antusiasme santri sangat membanggakan. Malam takbiranpun kian semarak dan ramai. Bahkan ini bisa dikembangkan lebih serius sebagai kekhasan seni pesantren, tentu dengan materi lagu yang mengajak kedekatan pada Allah SWT,” sambung Ustadz Agus. Boleh tuh, Tadz!
Rencananya, hasil penilaian kegiatan-kegiatan yang dilombakan perkamar ini akan dibacakan pada Kamis, 18 November 2010, malam, ketika diadakan muhadharah pekanan. Pemenangnya akan mendapat hadiah menarik dari panitia, berupa snack maupun alat-alat keperluan santri, termasuk juga piagam. “Pokoknya kayak lomba betulan lah. Biar anak-anak tambah semangat,” tegas Bunda, bendahara pesatren.
Nyate Berjama’ah
Tepat pada Hari H Idul Adha, seluruh santri dan warga sekitar menjalankan shalat Id di Masjid Raya Pondok Pesantren Qothrotul Falah, sekira pukul 06.30 s.d. 07.15 WIB. Bertindak sebagai imam shalat, KH. Imamuddin atau Mamak, bilal Ustadz Udong Khudori dan pengkhutbah Ustadz Dedi Hudaidi, “Mbah Marijan”nya Kobong II Putera.
Dalam khutbahnya, Mang Dedi – sapaan akrab Ustadz Dedi Hudaidi – menceritakan kisah heroik dan penuh keharuan Nabi Ibrahim dan putera terkasihnya Nabi Ismail. Berawal dari mimpi mendapat titah agung dari Allah SWT untuk menyembelih puteranya, hingga penggantian kurban dengan kibas. “Itulah cerita agung perihal mula-mula pensyariatan kurban,” tegasnya.
Mang Dedi juga mengaitkan kerelaan berkurban untuk membantu saudara-saudara kita yang tertimpa bencana alam, baik Sunami Mentawai, Banjir Bandang Wasior maupun Letusan Gunung Merapi. “Ini saatnya kita berkurban untuk para korban bencana alam. Inilah kepedulian sosial sesungguhnya, yang diajarkan melalui kisah Ibrahim dan puteranya,” sambungnya.
Usai menjalankan shalat Id, para santri lantas “digiring” ke lapangan untuk menyaksikan penyembelihan delapan kambing kurban. Ustadz Usep, Kepala Madrasah Diniah (MADIN) Qothrotul Falah, bertindak sebagai jagalnya. Tanpa ampun, ia jegal leher hewan-hewan yang penuh keikhlasan itu satu persatu. Darah membuncrat ke mana-mana dan berlumuran di tangannya.
Dagingpun dicincang, untuk dibagi-bagikan kepada para santri, guru dan warga sekitar. Semua berbahagia. Semua senang. Kebahagiaan dan kesenangan, yang dilakukan atas kematian delapan hewan kurban. Inilah mekanisme herois sunnah Allah SWT; ada yang rela menjadi kurban dan ada yang disenangkan olehnya. Kepulan asap satepun lantas membumbung di awan. Ratusan santri tampak khidmat berjamaah menikmati jamuan Allah SWT itu. Rasa syukurpun terus menggelora di dada mereka.
Selamat Idul Adha 1431 H. Selamat jalan kambing. Selamat jalan sapi. Selamat jalan kerbau. Cukuplah kucuran darahmu sebagai tanda baktimu pada-Nya dan kepedulian sosialmu pada manusia. Mungkinkah kita menirunya; rela merenggang nyawa, menyediakan leher dipotong penuh keikhlasan, meridhakan daging dicincang-cincang, hanya untuk mengabdi pada-Nya dan berbakti pada kepedulian sosial? Inilah hakikat berkurban itu, kawan! Wa Allah a’lam.[nhm]
1 komentar:
hiiiiiiiiii...bergirik bulukuuu...
Posting Komentar