Non-muslimpun Kunjungi PB Qi Falah
Selasa, 27 Januari 2009
PULUHAN warga non-muslim dari Serang Banten dan Jakarta mengunjungi Pondok Baca (PB) Qi Falah di Jl. Sampay-Cileles Km. 05 Sarian Ds. Sumurbandung Kec. Cikulur Kab. Lebak Prop. Banten, Sabtu (24/01/2009) siang. Dipimpin Pak Herman, rombongan datang mengendarai tiga mobil berbeda.
Setiba di Ponpes Qothrotul Falah, rombongan disambut oleh Pengasuh Pesantren yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lebak, KH. Achmad Syatibi Hanbali, Pemimpin Redaksi Bulletin Qi Falah sekaligus Sektretaris PB Qi Falah Ustadz Ahmad Turmudzi, Koordinator Pendataan Buku PB Qi Falah Moh. Ridwan dan Koordinator Pengembangan dan Media PB Qi Falah Nurul H. Maarif.
Keakraban yang terjalin antara dua kelompok “yang berbeda” ini tampak alami. Tak ada nuansa permusuhan yang terpicu oleh (semata) perbedaan. Karenanya, atas kunjungan ini, Pengasuh Pesantren mengucapkan rasa terima kasihnya yang mendalam. “Terima kasih, Bapak-Ibu sudi mampir ke tempat kami. Beginilah kondisi pesantren kami yang penuh keterbatasan,” ujarnya. “Mudah-mudahan kunjungan ini ada manfaatnya buat kebaikan santri di sini,” imbuhnya.
Dalam responnya, Pak Herman mengungkapkan, banyak anggota rombongannya yang sama sekali belum tahu dan belum pernah melihat pesantren dari dalam. “Karena itu, ini kesempatan bagi mereka supaya tahu dan bisa melihat pesantren langsung,” ujar pria asli Pulau Nias ini. “Jangan kuatir, yang jelas di sini tak ada bom,” timpal pengurus PB Qi Falah, Nurul H. Maarif, berkelakar.
Kehadiran mereka di lingkungan pesantren yang laksana “barang aneh” ini, ungkap Pak Herman, niat awalnya untuk melihat dan berkunjung ke Pondok Baca Qi Falah yang berada di lingkungan Ponpes Qothrotul Falah. “Barangkali saja ada sesuatu yang bisa kami sumbangkan buat perpustakaan ini. Apa itu buku atau fasilitas lainnya,” katanya.
“Perpus kami memang masih sangat terbatas dan banyak kekurangan. Maklum saja, ini kan baru dibuka secara resmi kira-kira seminggu yang lalu (tepatnya, Jum’at, 16 Januari 2009, red.)”, timpal Ka’ Haji Ibing – sapaan akrab Pengasuh Pesantren. “Kami akan berusaha sekuat tenaga menutupi kekurangan yang ada. Untuk itu, kami mohon dukungan dari semuanya,” sambung Nurul HM.
Usai bincang santai di kediaman Pengasuh Pesantren, rombongan berkunjung ke gedung Pondok Baca Qi Falah. Di ruang perpustakaan, mereka terlibat perbincangan akrab dengan puluhan siswa-siswi Kelas III SMU Qothrotul Falah. Para siswa-siswi itu lantas diminta untuk menuliskan buku apa saja yang mereka inginkan dan butuhkan. Ada yang menulis ingin novel, ilmu eksak, sosial, bahkan musik. “Saya menulis ingin gitar,” ujar seorang siswa asal Koncang Cikulur yang bercita-cita sebagai pemusik, Saddam Husaini.
Mudah-mudahan saja, harapan para siswa-siswi bisa terwujud atas bantuan dan komitmen rombongan tamu itu untuk turut memajukan Pondok Baca yang masih berwujud bayi merah ini. Sebagai Pondok Baca yang penuh keterbatasan, ia sudah seharusnya menerima banyak kepedulian dari berbagai pihak yang peduli. Dan, salah satunya dari “tetangganya yang berbeda kulit” itu.
Itulah indahnya jalinan kebersamaan antara mereka “yang berbeda.” Tak ada sekat apapun yang menghalangi hubungan sosial kemasyarakatan itu. Saling membantu memang tak seharusnya terhalangi oleh perbedaan bungkus atau kulit. Namun soal akidah (keyakinan), hati, dan surga-neraka, biarlah itu menjadi urusan yang bersangkutan dengan Tuhannya. Bukankah demikian junjungan umat Islam, Nabi Muhammad Shalla Allah ‘alaih wa sallam, meneladankannya?[nhm]
0 komentar:
Posting Komentar