Kunjungi PB Qi Falah,
Aktivis Komit Sumbang Buku
Selasa, 09 Juni 2009
Delapan aktivis Komunitas Muda Indonesia Bangkit (Komit) Jakarta, kunjungi Pondok Baca Qi Falah (PB Qi Falah) di Jl. Sampay-Cileles Km. 5 Ds. Sumurbandung Kec. Cikulur Kab. Lebak Prop. Banten, Sabtu, 6 Juni 2009. Mereka adalah Ahmad Sauki, Saptadi Nur Farid, Fauzul Supriyanto, Siti Luthfiyah, Agus Maulana, Mukhlisin, Eko Agus Priyono, Ahmad Muzayyin, dan Afta Maarif.
Dari pihak tuan rumah, hadir Aang Abdurrahman (putera pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah), Agus Faiz Awaluddin (Ketua PB Qi Falah), Ahmad Amrullah (Pengasuhan Santri), Ulum Zulvaton (Pengelola Data Base dan blog PB Qi Falah), Nurul H. Maarif (pembantu umum) dan Abdurrahman (aktivis PB Qi Falah).
Dalam kunjungannya, para aktivis sekaligus usahawan muda yang berlatar kultur Nahdlatul Ulama (NU) ini menyumbangkan banyak buku untuk pengembangan PB Qi Falah. “Wis, pokoknya terima kasih banyak. Pasti bermanfaat dan maslahat,” kata Agus Faiz Awaluddin, selaku pihak PB Qi Falah, kala menerima sumbangan itu.
Di sela kunjungan ini, kendati santai, terkadang juga terlontar diskusi yang lumayan serius, utamanya terkait masa depan warga nahdliyyin. Apalagi kini banyak terjadi kemerosotan kuantitas dan kualitas santri di berbagai pesantren, baik di Jawa maupun luar Jawa. Belum lagi disinyalir adanya gerakan laten kelompok tarbiyah di berbagai daerah, yang terus “merongrong” kedamaian warga NU.
Pada fase berikutnya, gerakan tarbiyah – yang oleh KH. Abdurrahman Wahid dalam pengantar buku Ilusi Negara Islam (2009) disebut sebagai kelompok al-nafs al-lawwamah – ini sedikit banyak turut mempengeruhi pandangan keagamaan warga NU. Misalnya, kini mulai muncul generasi muda NU yang mempertanyakan keabsahan tahlil, maulid Nabi Saw, ziarah, dan seterusnya. Padahal jelas, pertanyaan-pertanyaan ini, sepanjang sejarah NU tak pernah terlontar dari mulut orang NU.
“Tapi ini kan realitas yang sekarang terjadi. Apalagi mereka punya kaderisasi yang terkenal solid dan kuat, bahkan dalam banyak hal sangat militan, yang terus mencoba memengaruhi kader-kader NU di bawah. Njur piye ngadepine?” sambung rekan dari PB Qi Falah.
Menghadapi fenomena ini, seorang aktivis Komit yang puluhan tahun pernah malang-melintang di dunia tarbiyah, Saptadi Nur Farid mengatakan, kita tak perlu risau menghadapinya. Karena, menurut “juru bicara” perusahaan raksasa Indosat ini, pada saatnya nanti akan ada masa, generasi muda NU itu kembali lagi ke pangkuan “ibu ideologi”nya. “Saya yakin, saat itu akan datang. Tunggu saja,” katanya meyakinkan – maklum, marketing adalah dunia yang ”menghidupinya” kini. Wong ngasih buku saja dimarketingkan dulu kok, biar orang tertarik katanya. He..
Kelompok tarbiyah itu, lanjut Kang Saptadi, pada masanya kelak juga akan runtuh. Ini karena mereka pasti akan mengalami banyak benturan antara realitas yang ada dengan keyakinan ideologinya. Jika benturan ini terjadi – seperti pernah dialami dirinya dan kini dialami Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di wilayah politik praktis –, maka masa keruntuhan itu akan segera datang.
Nah, ketika masa itu datang, lanjut Kang Saptadi, tugas NU adalah menyiapkan kaderisasi yang solid dan sehat. ”Ini yang belum tampak dilakukan NU. Dan ini harus disiapkan,” usulnya. Siap Kang!
Akhirnya, kunjungan santai tapi serius itu berakhir di meja makan. Hanya saja karena di kampung, menu yang disuguhkanpun kampungan, yang sangat jauh dari menu makan pengusaha muda kota. Tapi, walaupun pengusaha dan di kota, karena dari NU yang nota bene santri, jangan-jangan makannya tetap kampungan juga. He..Mohon dimaklumi![nhm]
1 komentar:
Sedikit ralat, tentang usahawan muda itu sebetulnya hanya guyon karena teman-teman Kommit memang hobinya mbanyol dan guyon walaupun sesekali kadang suka gayeng juga....
Posting Komentar