Diskusi Siswa, Teroris Salah Memaknai Jihad Fi Sabilillah
Senin, 26 September 2011
Para pelaku terorisme telah salah memaknai doktrin luhur jihad fi sabilillah, karena mereka tidak melihat situasi dan kondisi sosial yang terjadi, sehingga efek terorisme malah menimbulkan kerusakan dan kerapkali mematikan banyak korban tak berdosa.
Demikian kesimpulan yang muncul pada diskusi mingguan bertema Memaknai Jihad Fi Sabilillah Secara Proporsional, yang diselenggarakan Kelas XI IPA SMA Qothrotul Falah, Ahad (25/9/2011) pagi. Dihelat di lapangan Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten ini, bertindak sebagai Pemateri adalah Diani dan Saiful Ricky, keduanya santri asal Koncang Cikulur Lebak. Wahyuddin menjadi moderatornya dan Nurul H. Maarif, guru Mata Pelajaran Dakwah, berlaku sebagai peneman diskusi.
Dalam makalahnya, kedua pemateri mula-mula menyampaikan makna jihad, bentuk-bentuk jihad (memerangi musuh, melawan setan, dan mengendalikan diri), latar belakang pentingnya berjihad, tujuan berjihad, juga argumen-argumen tekstual dan rasional perihal jihad.
Di tengah diskusi yang menyenangkan itu, muncul banyak pertanyaan menggelitik. Misalnya, antara lain, yang dilontarkan Siti Komariah, santri asal Serang Banten. “Apakah jihad fi sabilillah itu identik dengan terorisme?” tanyanya. Pertanyaan ini merupakan respon terhadap situasi sosial saat ini, ketika Islam diidentikkan dengan terorisme.
Merespon pertanyaan ini, para peserta diskusi berpandangan beragam. Saiful Ricky misalnya, sebagai pemateri menyatakan, diakui atau tidak, terorisme memang seringkali diidentikkan dengan jihad fi sabilillah. “Namun, terorisme itu harus dibasmi, karena membahayakan banyak orang yang tidak bersalah,” ujarnya.
Faiz Apipi, santri asal Cicandang Cikulur Lebak menyatakan, terorisme bukanlah bagian dari jihad fi sabilillah. “Dalam kenyataannya, seringkali terorisme itu merugikan banyak orang. Non-muslim juga berhak hidup di atas bumi ini,” katanya tegas.
“Terorisme itu tindakan yang keliru, karena mengebom di hotel. Yang muslim seringkali kena dan non-muslim juga kena. Terkadang korbannya juga orang Islam sendiri. Ini bukan jihad fi sabilillah. Mereka salah mengartikan jihad,” tegas Fauzul Iman Muzayid, santri asal Pondok Cabe Ciputat Tangerang.
Ahmad Athoillah, santri asal Cikulur Lebak ini memiliki pandangan yang juga berbeda. Baginya, terorisme identik dengan jihad atau tidak, itu tergantung situasi dan tempatnya. “Di Indonesia, kaum muslim dan kafir itu bersahabat. Islam sendiri agama pengampun dan pengasih. Karenanya, salah kalau melakukan jihadnya di Indonesia. Kalau mau jihad yang sesungguhnya, itu di Israel sana,” kata santri yang ngaji ini.
Diskusipun berjalan ramai. Pada intinya, jihad itu maknanya luas. Salah satunya bermakna peperangan, namun bukan terorisme. Sebab, jihad itu arahnya jelas, terorisme itu abstrak dan seringkali merugikan banyak pihak. Itu sebabnya, menyamakan jihad dengan tindakan anarkisme alias terorisme, sungguhlah tidak tepat. Lebih-lebih menyamakan terorisme dengan Islam.[enha] (www.qothrotulfalah.com, Ahad, 25/9/2011).
0 komentar:
Posting Komentar