tag:blogger.com,1999:blog-13306714040941150422024-03-13T13:42:29.853+07:00Pondok Baca Qi Falahpondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.comBlogger218125tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-1180470849931335962012-08-07T00:06:00.004+07:002012-08-07T00:07:56.744+07:00Meneguhkan Peran Penting PesantrenOleh Nurul H. Maarif*
Beberapa hari ini, pesantren (utamanya pesantren modern dan semi-modern) tengah mengalami kesibukan serius, terkait kedatangan santri baru Tahun Ajaran 2012-2013. Wali santri, keluarga, handai taulan dan santrinya sendiri, hilir mudik ke pesantren: dari survey kualitas pesantren, fasilitas, mendaftar dan mengantarkan putera-puterinya berkhidmat ilmu di pesantren.
<span class="fullpost">
Jika diperhatikan, volume kedatangan santri pada tahun ini lebih semarak dibanding tahun sebelumnya. Di Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, tempat kami berkhidmat, tampak peningkatan kuantitas santri lebih dari 150 persen. Ketika kami kroscek ke beberapa pesantren lainnya di wilayah Lebak, secara umum ternyata hal sama terjadi. Apa maknanya? Ada beberapa jawaban yang bisa diajukan untuk merespon pertanyaan ini. Pertama, pesantren sebagai agent of change, khususnya di bidang moralitas, tampaknya masih (dan bahkan terus) mendapat kepercayaan besar dari masyarakat. Lebih-lebih di tengah suasana ketika Kementerian Agama (Kemenag), lembaga pemerintah yang identik dengan nilai-nilai agama dan tempat bernaungnya tokoh-tokoh agama, tengah disorot serius oleh banyak kalangan terkait kasus-kasus korupsi yang terjadi di sana, termasuk yang hangat soal pengorupsian dana pencetakan al-Qur’an (yang jika benar adanya, bisa jadi dilakukan oleh beberapa alumni pesantren). Karenanya, kepercayaan masyarakat ini, tentu saja tidak cukup hanya disyukuri secara lisan oleh pihak pesantren, melainkan juga (terutama) harus disyukuri melalui kinerja dan kerja keras tanpa henti, pun terus berbenah dalam segala lininya. Ketika masyarakat mempercayakan putera-puterinya dididik di pesantren, maka pesantren memiliki tanggungjawab moral yang berlipat dan tidak ringan. Itu sebabnya, pesantren tidak boleh lengah dengan menyia-nyiakan kepercayaan ini.
Kedua, keinginan untuk menjadi lebih baik. Dalam kesempatan wawancara dengan wali santri (baik wali santri yang alumni pesantren maupun yang tidak sama sekali) dan santrinya, secara umum ada beberapa alasan yang diajukan kenapa mereka “menjatuhkan pilihan hati” pada pesantren. Diantaranya, adanya keinginan supaya anaknya menjadi lebih baik dengan menimba ilmu di pesantren. Ini, kata mereka, karena kehidupan kawula muda di luaran pesantren dinilai kian hari kian permisif dan “berbahaya” saja. Uniknya, kenyataan ini diakui tidak hanya oleh wali santri, namun oleh santrinya sendiri dengan kesadarannya yang baik itu.
Memang benar, banyak hasil penelitian dan survey menunjukkan, pergaulan kawula muda sudah kian bebas; merokok, menonton gambar-gambar dewasa, narkoba, minuman keras, hubungan lawan jenis, bahkan aborsi pun banyak terjadi. Beberapa waktu lalu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) merilis hasil survey mengagetkan terkait perilaku remaja. Hasilnya, 62,7 % siswi SMP melakukan seks pra-nikah. 21,2 % dari mereka pernah melakukan aborsi ilegal. Tren seks bebas ini tersebar secara merata di seluruh kota dan desa, dan terjadi pada berbagai golongan. Data ini diperoleh oleh KOMNAS-PA berdasarkan survei terhadap 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar.
Itu sebabnya, dengan masuk pesantren, insya Allah hal-hal ini bisa diminimalisir, mengingat posisi pesantren yang boarding school dengan ketentuan yang ketat; HP dilarang, merokok dikekang, narkoba ditentang, pergaulan lawan jenis sangat dibatasi dan menjadi enemy bersama. Bahkan tak jarang yang santri putera dan puterinya dipisahkan di tempat yang berjauhan. Bagi yang mentolerir pergaulan bebas, tentu saja pembatasan ini dinilai sebagai penjara dan pengebirian. Namun bagi yang berfikir positif, tentu pandangannya lain. Inilah cara pesantren meneruskan misi bi’tsah (pengutusan) Rasulullah SAW untuk membenahi moralitas yang kian rusak (li utammima makarim al-akhlak).
Bagi pesantren, yang dari awal memang identik dengan ilmu-ilmu agama, ada keyakinan bahwa “siapapun yang dikehendaki baik oleh Allah SWT, maka dia akan diberi kesenangan mempelajari agama”, termasuk menyenangi pesantren dengan segala pembatasan dan kegiatan keagamaannya. Inilah yang dalam bahasa Rasulullah SAW disebut: man yuridilllah bihi khairan yufaqqihhu fi al-din. Tentu saja, tanpa menafikan potensi kebaikan-kebaikan di luaran sana yang juga sangat berlimpah.
Persoalannya, jujur saja, jika dibandingkan dengan orang yang tidak memilih pesantren, yang memilih pesantren jauh lebih sedikit. Jika disurvey, barangkali hanya sekian persennya, karena alasan kekolotan, kekumuhan, pembatasan dll. Kondisi ini jugalah yang diceritakan Imam Besar Masjid Istiqlal, Kiai Haji Ali Mustafa Yaqub, dalam buku terbarunya Makan Tak Pernah Kenyang, hal. 6, dalam sub tema “Manusia Menyukai Neraka”. Sebaliknya, menurut beliau, justru aneh jika yang masuk ke pesantren lebih banyak ketimbang yang tidak.
Namun sesungguhnya, fenomena ini tidak aneh sama sekali, mengingat Rasulullah SAW sudah mengisyaratkannya jauh-jauh hari: ya’ti ‘ala al-nasi zamanun al-shabiru ‘ala dinihi ka al-qabidh ‘ala al-jamr. Akan datang suatu masa, orang yang berpegang teguh pada agamanya, ia laksana memegang bara api. Dilepaskan itu (agama) penting, namun dipegang kuat-kuat rasanya panas. Demikian halnya santri, ketika melihat kehidupan bebas di luaran sana. Kondisinya serba “panas” dan “gerah”. Namun merekalah, orang-orang yang teguh sabar memegang ajaran agamanya, yang insya Allah mendapat dua kebahagiaan fi al-darain (dunia dan akhirat).
Tiga Aktor Keberhasilan
Di pesantren, banyak keuntungan yang didapat dibanding di luaran pesantren. Sesuai wawancara dengan wali santri dan santri misalnya, pada jam 04.00, mereka biasanya masih nyenyak di pembaringan. Di pesantren, mereka sudah dibangunkan untuk shalat tahajud, lantas mendaras ayat-ayat suci al-Qur’an, shalat sunah sebelum Subuh, jamaah Subuh, belajar kultum, mendaras al-Qur’an lagi, belajar Bahasa Arab/Inggris, atau ngaji kitab kuning sekira sampai pukul 06.00. Di rumah, apakah anak-anak kita melakukan hal-hal positif ini? Kita sudah paham jawabnya.
Itu sebabnya, jika dibandingkan, dengan beraktivitas selama dua jam di pesantren, dari pukul 04.00 s.d. 06.00, santri telah mendapat 8 nilai/ajaran positif yang tidak didapatkan di rumah. Itu baru dua jam. Bagaimana jika sehari, seminggu, sebulan, setahun, tiga tahun, enam tahun, dst? Inilah keuntungan memesantrenkan putera-puteri kita. Kesadaran adanya keuntungan/laba besar inilah yang harus terus hidup dan tumbuh subur dalam diri kita.
Dan untuk benar-benar mendapatkan keuntungan ini, sebagaimana dinyatakan dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, maka ada tiga aktor penting yang harus saling berkolaborasi; orang tua, santri dan guru (dalam hal ini pesantren). Ibarat telenovela, masing-masing pihak harus memerankan tugasnya sesuai skenario yang telah dibuat oleh sutradara.
Orang tua, umpamanya, bertugas untuk mensupport pendidikan putera-puterinya secara total, baik moril maupun meteriil. Dalam hal materiil, tentu karena pesantren tidak mampu menyediakannya. Santri juga harus memiliki motivasi, kesabaran dan ketekunan yang tinggi untuk belajar. Harus ada keyakinan “yunalu al-‘ilmu bi al-jiddi la bi al-jaddi/ilmu diraih dengan ketekunan, bukan keturunan”. Santri juga harus banyak merenung perihal jasa orang tua. Dengan keringat bercucuran, mereka rela melakukan apapun, hanya untuk melihat anaknya benar dan pintar (tidak sekedar pintar saja). Santri harus memiliki kesadaran penuh untuk tidak menyia-nyiakan keringat orang tuanya yang terus menetes-netes kelelahan untuk mencarikan modal pendidikannya.
Jikapun dua aktor ini sudah berkolaborasi, maka dibutuhkan aktor ketiga, yaitu guru atau pesantren. Guru dan pesantren harus menyiapkan metodologi pengajaran yang integratif antara intelektual dan spiritual plus keseimbangan teori dan praktik. Tidak memisahkan keduanya. Metode pengajaran, interaksi dengan santri plus walinya, keteladanan guru, kelengkapan fasilitas, perhatian, dan seterusnya, harus terus ditingkatkan dan menjadi obsesi tiada henti. Dengan memperhatikan hal-hal ini, insya Allah cap pesantren sebagai agent of change benar-benar nyata. Inilah pesantren yang sesungguhnya, yang urgensinya harus diteguhkan oleh pihak pesantren sendiri. Wa Allah a’lam.[]
*Pengajar di Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten (www.qothrotulfalah.com).
</span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-72971761520451769682012-08-07T00:04:00.004+07:002012-08-07T00:04:49.402+07:00Faiz Dkk Juara II Cerdas Cermat KabupatenMewakili SMA Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, Faiz Afifi, Fauzul Iman Muzayid dan Ikrom Khotami berhasil meraih Juara II Lomba Cerdas Cermat Ramadhan Tingkat SMA/SMK/MA se-Kabupaten Lebak Banten, yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) Kab. Lebak, di Masjid Agung al-A’raf Lebak, Sabtu-Ahad, 4-5 Agustus 2012.
<span class="fullpost">
Santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah yang juga siswa-siswa Kelas XII SMA Qothrotul Falah itu berhasil menjadi runner up setelah bertarung melawan 35 kontestan dari berbagai SMA negeri dan swasta terkemuka, termasuk dari pesantren, di Kab. Lebak. Misalnya, SMAN 1, SMAN 3, Ponpes As-Syaifiyyah, Ponpes Wasilatul Falah, Ponpes al-Najwa, Ponpes al-Idrus dan masih banyak lagi.
Dikatakan oleh Guru Pembimbing, Ustadz Agus F. Awaluddin, dirinya merasa bahagia atas prestasi ini. “Saya merasa bahagia dan bangga, karena tidak gampang mendapatkan prestasi seperti sekarang ini yang sekaligus sebagai “kado” istimewa buat saya,” ujarnya di hadapan para santri, saat memberikan sambutan usai berjamaah tarawih, Ahad (5/8/2012) malam. “Kado” istimewa? Apaan nih maksudnya, Ustadz?
Mahasiswa Jurusan Matematika STAISMAN Pandeglang ini berharap, keberhasilan yang kesekian kalinya ini menjadi pemicu dan pemantik semangat bagi adik-adik kelas yang lainnya. “Mudah-mudahan prestasi ini bisa diteruskan dan dikembangkan ke depan, oleh generasi-generasi berikutnya,” ujarnya.
Hanya saja, imbuh Ustadz Agus, untuk kategori MTs/SMA, prestasi anak asuhnya sedikit kurang membahagiakan. “Yang MTs cuma dapat peringkat keempat. Itupun sebetulnya sudah cukup bagus. Insya Allah, ke depan, kita akan terus meningkat kemampuannya dan mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain,” katanya berharap.
Menanggapi keberhasilan ini, Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lebak KH. Achmad Syatibi Hambali juga menampakkan kegembiraannya. “al-Hamdulillah, kita bisa berprestasi dan mengalahkan banyak kontestan lain. Saya ucapkan terima kasih kepada Ustadz Agus selaku pembimbing dan anak-anakku yang berjuang keras untuk mengharumkan nama baik pesantren,” ujarnya. “Ini harus menjadi pijakan bagi kemajuan generasi berikutnya,” imbuhnya.
Sesuai jadual, Selasa (7/8/2012) sore, Faiz dkk akan menerima hadiah tropi dan uang pembinaan di Masjid Agung al-A’raf sekaligus disambung dengan buka puasa bersama. Oke deh, semoga ini bukan awal dan bukan akhir. Semoga ini bagian dari tradisi medali berkelanjutan bagi Pondok Pesantren Qothrotul Falah.[nuha]
</span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-61364395836662521682012-05-30T00:57:00.002+07:002012-05-30T00:57:58.007+07:00Tangis Haru Warnai Kelulusan SMA QFSetelah dag dig dug berdebar-debar beberapa minggu lamanya menunggu detik-detik pengumuman hasil Ujian Nasional (UN) 2011-2012, kini siswa-siswi Kelas XII IPA/IPS SMA Qothrotul Falah bisa bernafas lega. Ploooooongggg rasanya. Apa pasal? Tak lain karena hasil UN yang ditunggu-tunggu telah keluar, Sabtu 26 Mei 2012. Hasilnya?
<span class="fullpost">
“al-Hamdulillah, tak ada satupun siswa SMA Qothrotul Falah yang ketinggalan alias lulus seratus persen. Tentu saja, ini berkat doa dan kerja keras dari semua pihak. Terima kasih untuk semua yang terlibat,” ujar Kepala SMA Qothrotul Falah, NHM.
Untuk SMA QF sendiri, pengumuman resmi baru disampaikan Ahad, 27 Mei 2012 pagi, dengan mengundang wali siswa. “Kalau kita ingin mengumumkan tanpa melibatkan wali santri, tentu tadi malam pun sudah bisa kita umumkan. Tapi kan kita ingin menjalin silaturahim dengan wali santri lebih dekat lagi. Apalagi, ini mungkin silaturahim resmi terakhir menjelang wisuda,” ujar NHM, di hadapan wali santri Kelas XII, Ahad (27/5/2012), di Pondok Baca Qi Falah.
Di hadapan wali santri, NHM mengungkapkan, pihaknya telah melakukan hal-hal yang maksimal untuk kebaikan siswa-siswi SMA QF. “Inilah yang bisa kami berikan untuk Bapak/Ibu dan anak-anak kita. Semoga, apa yang kami berikan ini, walaupun sedikit, setidaknya bisa memberikan manfaat buat anak-anak kita,” ujarnya.
Dikatakan NHM, yang didampingi Kepala MTs Qothrotul Falah Tanto Haryanto, Waka Kurikulum Rakhmat A Ibrahim dan Bendahara Dede Saadah, UN hanyalah satu syarat dari sekian syarat kelulusan. “Syarat yang berkaitan dengan KBM, mungkin sudah selesai. Tapi yang berkaitan dengan akhlak mulia, kita masih akan pantau hingga wisuda. Karenanya, kelulusan sesungguhnya baru akan terjadi pada saat wisuda. Makanya, kami berharap, Bapak/Ibu terus mengontrol anak-anaknya untuk mengikuti segala kegiatan pesantren hingga benar-benar telah dilepas,” pintanya.
Usai sambutan, maka giliran penyampaian SK kelulusan. Pada saat inilah, NHM berdiri dan memberikan SK satu persatu kepada wali siswa. Muka-muka mereka tampak menegang dan tidak tenang. Jangan…jangan…jangan…Dan al-hamdulillah, usai amplop dibuka, semuanya dinyatakan lulus UN. Keteganganpun segera berganti keharuan.
“al-Hamdulillah, semuanya lulus. Saya takut dan kuatir kalau ada yang tidak lulus, apalagi kalau itu anak saya. Saya sempat tidak ingin datang ke sini, karena males,” ujar Ibu dari siswa Iip Kholifah. Maklum, sehari sebelumnya, Iip sempat diisukan tidak lulus oleh kawan-kawannya. “Ah, itu isu saja. Semuanya lulus kok,” tepis NHM sambil tertawa.
Para siswa sendiri tampak riang gembira. Saking senangnya, air mata mereka berlelehan. Ada yang berangkulan dengan orang tuanya, sambil sesenggukan. Ada yang menangis bersama kawan-kawannya di pojok. Yang pasti, tangisan itu tanda kebahagiaan. al-Hamdulillah. Selamat ya! Awas, jangan corat-coret baju. Hibahkan saja buat adik kelas kalian. [nuha]
</span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-46023352173687001502012-05-30T00:55:00.002+07:002012-05-30T00:59:49.852+07:00Profil Qi Falah di Buku Gempa LiterasiPerpustakaan milik Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, yang diberi nama Pondok Baca Qi Falah (berdiri 2009), mendapat kehormatan karena profilnya dimuat di buku Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, yang ditulis oleh Gol A Gong (tokoh TBM Rumah Dunia Serang/Ketua Taman Bacaan Masyarakat Indonesia) dan Agus M. Irkham (Forum Indonesia Membaca).
<span class="fullpost">
Buku setebal 519 halaman terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Jakarta, dan diterbitkan Februari 2012 ini berisi seluk-beluk dunia literasi di Indonesia. Banyak cerita menarik di sana. Isinya hasil tulisan kedua tokoh literasi itu di majalah dan koran ternama. Dan diantara isinya, adalah 50 profil taman baca di Indonesia, yang diambil dari Buku Kepergok Membaca terbitan World Book Day 2010.
Diantara 50 profil taman bacaan yang ditampilkan di sana, salah satunya adalah Pondok Baca Qi Falah, tepatnya di halaman 485-486. Ini satu-satunya taman bacaan di Kab. Lebak yang mendapat kesempatan ditampilkan di buku berslogan “Buku Sakti Pegiat Literasi” ini. “al-Hamdulillah ya, pondok baca kita dilihat oleh orang lain dan bahkan ditampilkan di buku yang penting ini. Mudah-mudahan ini karena pondok baca kita dinilai penting juga oleh mereka,” ujar Ahmad Turmudzi, orang penting di Pondok Baca Qi Falah dan pernah menjadi ketuanya.
Harapannya, dengan nebeng tampil di buku penting ini, Pondok Baca Qi Falah kian dikenal masyarakat secara luas, sehingga mereka bisa mengakses buku-buku yang tersimpan di dalamnya secara lebih massif lagi. “Semoga saja, Pondok Baca Qi Falah semakin bermanfaat bagi orang banyak. Ini tentunya harapan kita semua, karena inilah sesungguhnya tujuan yang hendak kita capai,” ujar Ustadz Agus F. Awaluddin, mantan Ketua Pondok Baca Qi Falah lainnya.
Namun demikian, selain patut disyukuri, kenyataan ini juga harus menjadi pelajaran penting bagi kru Pondok Baca Qi Falah. Jika ia makin dikenal, maka koleksi bukunya harus semakin banyak dan pengelolaannya semakin baik. “Insya Allah, kehormatan ini harus dijadikan momen bagi kita untuk lebih baik lagi, bukannya malah membuat kita terlena dan stagnan,” ujar Ustadz Agus.
Oke, semoga saja, Pondok Baca Qi Falah kian dikenal di luaran sana. Dan yang paling penting, kemanfaatannya kian dirasakan oleh orang banyak, sehingga lambat laun bisa turut mengangkat harkat pendidikan di Kab. Lebak khususnya, dan Banten umumnya. Ala kulli hal, terima kasih untuk Mas Gong dan Mas Agus yang mempercayai Pondok Baca Qi Falah untuk menjadi mitra literasi di negeri ini.[nuha]
</span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-69856606772812065802012-03-23T23:38:00.000+07:002012-03-23T23:39:43.576+07:00Adu Argumen Saat Diskusi “Sopan Santun pada Buku”Kelas X SMA Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten memiliki agenda rutin setiap Jum’at sore ba’da Ashar, yakni diskusi tematik. Bertempat di Pondok Baca Qi Falah, diskusi Jum’at (23/3/2012) kali ini mengangkat tema “Sopan Santun pada Buku”. Penyampai materi adalah Syahrul Ramdan, Yenny Khairunnisa, M. Aluthfi, dan A. Husaini.<br /><span class="fullpost"><br />Dalam diskusi kali ini, mereka dibimbing oleh Koordinator Pondok Baca Qi Falah, Ahmad Turmudzi dan Pengelola www.qothrotulfalah.com, Nurul H. Maarif. Diskusi yang dilengkapi makalah ini berlangsung ramai, dan sesekali terlihat adu argumen antar peserta.<br /><br />Dalam paparannya, Syahrul Ramdan menjelaskan pentingnya menghargai buku sebagai sumber pengetahuan. Buku apapun, karena isinya ilmu pengetahuan, maka sudah selayaknya dimuliakan. “Karenanya, kita harus punya sopan santun pada buku. Buku tidak boleh disia-siakan dan dihinakan,” ujarnya.<br /><br />Bentuk sopan santun pada buku itu, papar Syahrul yang juga Ketua Forum Diskusi Jum’atan Kelas X SMA Qothrotul Falah ini, adalah tidak melipat buku sembarangan, menaruhnya di tempat yang layak, tidak membiarkannya tergeletak di lantai, membaca isinya dengan penuh kekhusyuan dan seterusnya.<br /><br />Diantara yang memantik debat serius, adalah pernyataan Syahrul bahwa buku tidak seharusnya dicorat-coret sebagai bentuk penghargaan atas kemuliaannya. “Bagaimana dengan Kitab Awamil, yang oleh ustadz-ustadz kita malah disuruh mencoretnya? Dan ini telah menjadi tradisi pesantren,” ujar Muh. Luthfi memprotes keras. Luthfi beranggapan, pernyataan Syahrul bertentangan dengan tradisi mencoret yang telah lama berlangsung di pesantren.<br /><br />“Itu lain konteknya. Kalau Kitab Awamil memang harus dicoret, namun bukan dicorat-coret. Nyoret di sini maksudnya memberikan arti pada lafal-lafal yang kita tidak tahu maknanya. Ini malah bagus dan penting. Mencoret yang dilarang itu yang berakibat merusak buku,” ujarnya berargumen, kendati masih belum bisa diterima oleh Luthfi. Diskusipun berjalan kian hangat saja, dan sesekali diiringi tawa dan tepuk tangan peserta lainnya.<br /><br />Di akhir diskusi, Ahmad Turmudzi memberikan masukan tentang jalannya diskusi. Dikatakannya, diskusi kali ini mulai tampak lebih hidup dan lebih maju disbanding sebelumnya. “Namun saya harap, yang belum pernah bicara, Jum’at depan harus mulai berani bicara. Tidak boleh malu-malu dan harus mulai berlatih mental. Saya yakin semua bisa,” katanya memotivasi. “Bacaannya pun harus diperkuat dan diperbanyak lagi, sehingga argumen yang disampaikan lebih berbobot,” imbuhnya.<br /><br />Terkait isi diskusi, UT – sapaan akrabnya – menyatakan, ada sopan santun lain yang justru lebih penting dijunjung tinggi terkait penghormatan pada buku, yakni membacanya. UT lantas mengutip Joseph Brodsky, pemenang Nobel Sastra tahun 79, yang menyatakan bahwa “ada kejahatan yang lebih parah ketimbang membakar buku, yaitu tidak membaca buku.”<br /><br />Terkait mencoret buku atau kitab, UT mengutip pernyataan KH. Abdul Hanan Ma’shum (Pengasuh Pondok Pesantren Fathul Ulum Kewagean Kediri Jawa Timur). Kiai yang sufi ini menyatakan: “Terangnya kitab, gelapnya hati. Gelapnya kitab, terangnya hati.”<br /><br />“Nyoret itu ada konteknya. Kalau nyoret kitab atau memaknainya, maka menurut KH. Hanan Ma’shum, jika kitab kita semakin banyak coretannya, maka semakin teranglah hati kita. Semakin terang kitab kita, yang bermakna kitab kita kosong, maka semakin gelaplah hati kita, karena kita tidak bisa memahami isinya jika kitab kita kosong,” ujarnya. “Karena itu, ya, tergantung sudut pandangnya,” imbuhnya.<br /><br />Diskusi yang kian menghangat itupun harus dihentikan ketika jam dinding telah menunjukkan pukul 17.30, karena mereka harus segera memasuki majelis untuk mengikuti pengajian al-Qur’an. Oke anak-anak, good, good, dan good. Ayo dong, yang masih diam, tunjukkan bahwa kalian bisa! Mau kapan lagi, kalau tidak sekarang? [nuha]<br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-31843624975999268952012-03-23T23:03:00.000+07:002012-03-23T23:04:29.349+07:00Menegaskan (Kembali) Urgensi M2IQ<span style="font-weight:bold;">Oleh Nurul H. Maarif*<br /></span><br />Musabaqah Makalah Ilmiah al-Qur’an (M2IQ) merupakan cabang termuda dalam ajang Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ). Untuk tingkat nasional, kegiatan menulis kandungan al-Quran ini baru diselenggarakan pada MTQ Nasional ke XXII di Propinsi Banten, 17-24 Juni 2008. Baru setelah itu merembes ke mana-mana, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. <br /><span class="fullpost"><br />Untuk Kabupaten Lebak Banten, kegiatan ini baru diselenggarakan pertama kalinya pada MTQ Kab. Lebak ke-31, yang saat ini tengah dihelat di Kec. Kalanganyar Lebak, Senin-Kamis (19-22 Maret 2012); empat tahun setelah dihelat secara nasional untuk pertama kalinya. Ini menunjukkan ada keterlambatan eksebisi cabang ini di Kab. Lebak.<br /><br />Kegiatan M2IQ ini, secara nasional (termasuk di beberapa daerah yang mengikutinya), pada awalnya bertitel Musabaqah Menulis Kandungan al-Qur’an (M2KQ). Apapun namanya, ia diniatkan sebagai arena tempur bagi bibit-bibit pengkaji al-Qur’an untuk mengeksplorasi kedalaman ayat-ayatnya. Niat yang sangat baik, mengingat kandungan al-Qur’an yang tidak akan habis dieksplorasi dan tiada kering ditimba. <br /><br />Menegaskan Kembali Urgensi<br />Tulisan ini tidak berpretensi apapun, selain bermaksud menegaskan kembali urgensi M2IQ sebagai bagian terpenting dari cabang-cabang MTQ. Apa saja misalnya? <br /><br />Pertama, ajang eksplorasi ayat. Seperti niatan awalnya, M2IQ merupakan ajang untuk menggali kedalaman isi al-Qur’an. Dalam kaca mata Cendekiawan Mesir, M. Abdullah al-Darraz, al-Qur’an itu ibarat mutiara yang kilauan cahayanya sangat tergantung pemandangnya. Latar belakang, kepentingan dan kecenderungan mereka inilah yang turut mewarnai kilauan cahaya itu. Itu sebabnya, kilauan cahaya al-Qur’an tidak mampu dibatasi dan direduksi siapapun. <br /><br />Pernyataan ini sesuai atau (tepatnya) menegaskan kembali firman Allah SWT; “Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (Qs. al-Kahf [118]: 109). Kalimah-kalimah atau ilmu-ilmu Allah SWT itu lautan yang tak bertepi. Ini yang dalam bahasa Alm KH. Idris Kamali Tebuireng disebut “al-‘ilm bahrun muntahahu yab’udu # laisa lahu haddun ilaihi yuqshadu” (ilmu itu lautan yang tepiannya sangat jauh # tiada ujung bagi para pencarinya). <br />Itu sebabnya, ajang M2IQ menjadi sangat urgen melihat situasi krusial ini. Jika peminat eksplorasi kandungan al-Qur’an sepi, tak mustahil al-Qur’an hanya akan menjadi teks bacaan yang miskin amaliah. Tentu saja, kita tidak ingin sabda Rasulullah SAW cepat menjadi kenyataan: la yabqa al-qur’an illa rasmuhu (kelak al-Qur’an tidak akan tersisa selain teksnya). Sabda ini niscaya benar, namun tidak untuk saat ini, jika masih banyak bibit-bibit unggul yang mau mengeksplorasi kandungannya dan sekaligus mengamalkannya.<br /><br />Kedua, mengembalikan keemasan peradaban teks. Menurut pemikir kontroversial asal Mesir, Nashr Hamir Abu Zayd, sejatinya peradaban Islam itu identik dengan hadharah al-nash (peradaban teks/aksara). al-Qur’an, Hadis, dan pikiran-pikiran ulama, semua tertuang dalam teks atau aksara. Tanpanya, kita tidak akan mengenal peradaban Islam yang luhur itu. <br /><br />Itu sebabnya, untuk meyakinkan Abu Bakar al-Shiddiq (Khalifah Pertama) tentang urgensi “pengaksaraan al-Qur’an” atau pembukuan al-Qur’an, Umar bin al-Khaththab sampai rela “berantem argumen” dengan seniornya itu, setelah ia melihat banyaknya penghafal al-Qur’an yang gugur dalam Perang Yamamah. Hingga beberapa kali diyakinkan, barulah Abu Bakar menerimanya. “Allah telah membuka pintu hatiku, untuk menerima usulan Umar,” katanya. al-Qur’anpun eksis hingga kini, dari abad pertama hijriah.<br /><br />Ulama-ulama yang hebat dari berbagai bidang keahlian pun, yang kita kenang keindahan pikirannya, itu karena tradisi tulis-menulis berkembang sangat baik di kalangan mereka. Dan, semua itu didorong oleh kesadaran Nabi Muhammad SAW tentang pentingnya tulis-menulis. Tak heran, menurut MM. Azami, beliau memiliki 65 sekretaris khusus untuk menulis ayat-ayat al-Qur’an. Demikian juga beliau menganjurkan “pengaksaraan Hadis”, dalam kasus Abu Syah, penganut Islam baru asal Yaman. “Uktubu li abi syah/tulislah untuk Abu Syah,” titahnya saat Haji Wada’ tentang pentingnya menulis (tentu obyek penulisannya bisa berbeda setiap masa dan generasi).<br /><br />Kesadaran pengaksaraan pemikiran inilah yang seharusnya terus menjadi spirit peradaban Islam, sejak zaman Nabi Muhammad hingga kini. Namun seiring waktu, diakui atau tidak, peradaban aksara atau tekstualisasi pemikiran keagamaan ini kian terkikis. Inilah yang dirisaukan Khaled Abou al-Fadhl. Professor Hukum di UCLA Amerika Serikat ini menulis; “Aku heran sekaligus sedih, bagaimana mungkin sebuah peradaban yang dibesarkan oleh sebuah buku (baca: Qur’an), harus meninggalkan dan tak peduli lagi pada dunia buku. Mereka tak membaca(nya), apalagi menulis(kannya).” Tentu saja, ini kritikan yang tajam bagi pengikisan tradisi tulis-menulis di kalangan kaum muslim. <br /><br />Ketiga, kesadaran “kekelan” teks paska penulisnya. Urgensi lain dari M2IQ ini adalah soal kesadaran tentang kelestarian atau kelanggengan karya. Bisa dibayangkan, di bidang perlombaan lainnya, jika yang bersangkutan telah meninggalkan dunia fana ini, maka tidak ada lagi peninggalan pemikiran yang bisa dikenang. Semua hilang seiring kepergiannya. Ini berbeda dengan M2IQ. Kendatipun para pesertanya telah berpulang ke haribaan-Nya, namun hasil pemikirannya akan terus dibaca dan dikenang generasi muslim setelahnya. Inilah sejatinya, alasan kenapa ulama-ulama salaf terus dikenang hingga berabad-abad lamanya. <br /><br />Dalam tradisi Islam, dikenal ungkapan bijaksana; Yabqa al-khaththu zamanan ba’da shahibih # wa katib al-khathth taht al-ardhi madfunun. Teks akan lestari sepanjang masa # sementara penulisnya terkubur di kolong tanah. M2IQ, semoga saja, bisa menjadi ajang penting bagi penegasan kelestarian teks ini. Inilah yang kelak akan memunculkan peradaban baru bagi generasi muslim baru, kendati penulisnya tidak merasakan, karena telah lebih dahulu menghadap-Nya. <br /><br />Sekedar Catatan<br />Namun demikian, catatan konstruktif (dalam hal ini non-teknis) tetap harus diberikan bagi kesempurnaan kegiatan ini. Pertama, urgensi usia peserta sebagai pembibitan. Alangkah positifnya, jika kegiatan eksplorasi ayat ini dispesifikkan bagi peserta usia SMP/MTs/MA/SMA dan maksimal S1. Dengan pembinaan yang maksimal dan jangka waktu yang panjang, tak mustahil bibit-bibit ini akan menjadi manusia handal yang mampu mengeksplorasi kedalaman al-Qur’an secara mumpuni. Jujur saja, di negeri ini, jumlah mufassir yang memiliki kedalaman pemahaman, keluasan wawasan dan karya-karya yang unggul, masih terhitung jari. Syeikh Nawawi Banten, dengan Tafsir Marah Labid-nya, bisa menjadi teladan generasi muslim, terutama di Banten, di bidang eksplorasi ayat ini.<br /><br />Kedua, fokus pada bibit-bibit lokal. Daerah pengirim sudah selayaknya lebih mementingkan potensi lokal daerahnya, bukan mencomot dari luar. Saya yakin, potensi lokal yang terpendam itu bisa dijumpai di setiap daerah. Hanya saja, karena kurang maksimal dalam pembinaan dan adanya keinginan instan meraih penghargaan, potensi lokal ini lantas diabaikan. Jika ini yang dilakukan, potensi daerah lain akan terus berkembang dan potensi daerah sendiri hilang. Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Andai saja, daerah pengirim mau sedikit bersabar melakukan pembinaan, dalam beberapa tahun ke depan, potensi-potensi tersembunyi ini akan menjadi handal dan mampu mengharumkan daerahnya.<br /><br />Ketiga, pengayaan dan penguatan referensi. Kualitas hasil karya sangat tergantung kekayaan dan kekuataan bahan bacaan. Juga, tentu saja, kedalaman analisisnya. Untuk menarget hal ini, tentu saja penguasaan bahasa asing menjadi tak bisa dihindarkan, mengingat eksplorasi membutuhkan keluasan bahan. Sukur-sukur, kelak, kegiatan semacam ini bisa diselenggarakan di ruang perpustakaan yang nyaman dengan koleksi buku yang bervariasi; atau setidaknya, penyelenggara menyediakan bahan bacaan yang beragam di ruang perlombaan, maka kita akan melihat calon-calon pengkaji al-Qur’an yang hilir mudik mencari materi, lalu menuliskannya dengan cerdas dalam artikel. Hasilnya, insya Allah akan sangat memuaskan. <br /><br />Keempat, upaya meramaikan tradisi yang masih sepi peminat. Dalam konteks MTQ Lebak kali ini, dari 28 kecamatan yang ada, seharusnya total peserta ada 56, jika masing-masing kecamatan mengirimkan dua peserta putera puteri. Namun dalam kenyataannya, peserta yang hadir hanya 17. Ini menunjukkan, cabang ini masih sepi peminat. Bisa dimaklumi, karena ini cabang baru di Lebak dan membutuhkan banyak kesiapan; waktu yang panjang, bacaan yang kuat dan keahlian menulis. Hal inilah yang perlu terus ditingkatkan, yang karenanya pihak-pihak terkait harus bahu-membahu “menggarap”nya.<br /><br />Kelima, pembukuan karya. Dengan pembinaan yang matang dan berkesinambungan, karya yang dihasilkan peserta niscaya sarat informasi dan temuan. Alangkah sayangnya, jika karya-karya mahal ini dibiarkan begitu saja dimakan debu dan usia, tanpa dibukukan dan dibaca secara massif oleh banyak kalangan. Di beberapa daerah, hal ini sudah dilakukan. Namun tentu saja, banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menuju ke arah sana; dana, editing, isi yang eksploratif sehingga layak dibaca, referensi yang kuat, sarat informasi, dan sebagainya.<br /><br />Insya Allah, dengan kerja keras semua pihak, hal-hal di atas bisa diraih dengan sebaiknya. Karena M2IQ diawali di Banten, pengkaji al-Qur’an awal di negeri ini, Syeikh Nawawi, juga dari Banten, maka dalam bidang ini sudah selayaknya generasi muslim Banten berada di depan. Selamat dan sukses MTQ Kab. Lebak ke-31! Wa Allah a’lam.[] <br /><br />*Pengajar di Ponpes Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten dan Dewan Hakim M2IQ MTQ Kab. Lebak ke-31, Senin-Selasa (19-22 Maret 2012).<br /><br />Kalanganyar, 20 Maret 2012<br /><br />(Radar Banten, Kamis, 22 Maret 2012)<br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-36857070408363985652012-03-23T22:57:00.000+07:002012-03-23T23:00:46.624+07:00Puteri Jenderal Kunjungi Qothrotul FalahPuteri Alm Jenderal Felix, pilot helikopter Presiden Republik Indonesia (RI) Pertama Ir. Soekarno, H.A. Tine Damayanti Joicetineke Piri berkunjung ke Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, Rabu (22/3/2012) malam. Kehadirannya sebagai Ketua Yayasan Kasih Sayang Banten (Kasaba) ini ditemani oleh Sekretaris Yayasan Kasaba, Andika Putra, yang juga alumni Pondok Pesantren Qothrotul Falah.<br /><span class="fullpost"><br />Wanita energik dan visioner berusia hampir 70 tahun ini hadir untuk bersilaturahim dengan keluarga pesantren. Di sana, beliau diterima dengan hangat oleh Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lebak KH. Achmad Syatibi Hanbali, istri pengasuh Hj. Siti Ammah, dan seorang pembantu pesantren, Nurul H. Maarif.<br /><br />Dalam obrolan yang berlangsung sekitar satu setengah jam, dari pukul 21.30 s.d. 23.00 itu, wanita berdarah Keraton Mangkunegaran Solo ini bercerita banyak hal; baik kehidupan pribadi, perjalanan meraih pendidikan, perjalanan dinas keliling 28 negara asing, persentuhannya dengan protokoler kepresidenan, juga pengalamannya berakrab ria dengan Ir. Soekarno, Soeharto, Megawati, Gus Dur, juga Susilo Bambang Yudhoyono. <br /><br />Yang terpenting lagi, beliau banyak bercerita perihal misi sosialnya di sekitar wilayah Banten melalui Yayasan Kasaba. “Saya suka mengirimkan dokter dan sarana kesehatan ke beberapa wilayah Banten, terutama sekitar Badui. Saya ingin memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk berbagi. Mudah-mudahan ini manfaat,” ujar wanita pengusaha yang menetap di Banten sejak 1959 ini. <br /><br />Bunda – sapaan akrabnya – yang hingga kini masih segar bugar, juga bercerita banyak hal lain tanpa terbatasi oleh tema tertentu. Terkadang juga bicara kesehatan dengan sangat baik, karena Ibunya seorang ahli bedah dan ketua rumah sakit di Jakarta. Pokoknya, apa saja dibicarakan kala itu dan semuanya mengalir lancar. Tutur katanya yang santun dan rapi khas priyayi Jawa, membuat suasana silaturahim menjadi kian akrab dan kekeluargaan. “al-Hamdulillah, atas izin Allah SWT, saya punya keluarga baru lagi di sini,” ujar wanita yang dekat dengan Buya Hamka ini akrab.<br /><br />Atas kunjungan yang tak direncanakan ini, karena Bunda kebetulan lewat pesantren dari arah Binuangen-Serang, Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah KH. Achmad Syatibi Hanbali mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. “Senang sekali, Bunda bisa main ke tempat ini. Mudah-mudahan suatu saat Bunda bisa main ke sini lagi dengan durasi waktu yang lebih longgar, sehingga lebih banyak lagi yang bisa kita pelajari dan petik dari pengalaman Bunda,” katanya saat Bunda hendak meninggalkan pesantren diiringi gerimis hujan.<br /><br />Usai kehadirannya ke Pondok Pesantren Qothrotul Falah, Bunda juga masih sempat melayani telpon dan sms keluarga pesantren. Dalam salah satu smsnya, yang dikirimkan Kamis (23/3/2012), beliau menuliskan sms yang hangat sebagai tanda persaudaraan. “Senang sekali bisa berkenalan dengan Abi serta Umi. Pertemuan yang singkat tapi sangat menyenangkan. Semoga Allah memberikan kesempatan yang indah lagi hingga Bunda bisa silaturahim lagi ke pesantren ini. Insya Allah di minggu depan ya. Salam buat Abi dan Umi,” tulisnya dalam pesan singkat. Panggilan “Abi” dan “Umi” ini menunjukkan kedekatan dan keramahan Bunda pada siapapun yang baru dikenalnya. <br /><br />Amin Bunda! Semoga Bunda sehat selalu dan panjang umur, sehingga Allah SWT menakdirkan Bunda bisa berkunjung lagi ke pesantren ini. Dengan tangan terbuka dan penuh keriangan, keluarga pesantren akan menyambut Bunda dengan sebaik-baiknya. Semoga juga, kehadiran Bunda yang penuh pengalaman hidup memberikan inspirasi dan motivasi bagi kemajuan pesantren ke depan. Amin! [nuha] <br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-39747883616166364832012-03-09T00:53:00.000+07:002012-03-09T00:56:49.201+07:00Pengurus Harus Nomorsatukan Belajar*<span style="font-weight:bold;">Oleh KH. Achmad Syatibi Hambali<br /></span>(Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah)<br /><br /><span style="font-style:italic;">Assalamu’alaikum, Wr. Wb.</span><br />Amma’ ba’du. Yang saya hormati asatidz dan asatidzah, pengurus OPPQ periode yang lama maupun yang baru. Anak-anakmu, santriawan dan santriawati, rahimakumullah. <br /><span class="fullpost"><br />Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia-Nya, malam ini kita dapat berkumpul bersama untuk acara pelantikan pengurus OPPQ yang baru. Shalawat serta salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, shahabat dan umatnya yang senantiasa istikomah melaksanakan syariatnya.<br /><br />Anak-anakku, santriawan dan santriawati, rahimakumulllah. Pertama, saya ucapkan terima kasih kepada pengurus OPPQ lama, yang telah mengabdikan dirinya untuk membantu pelaksanaan program-program yang ada di pondok ini. Mudah-mudahan segala pengorbanan, baik tenaga, pikiran atau materi, yang telah diberikan untuk pondok ini dicatat oleh Allah sebagai amal baik kalian. Mudah-mudahan segala pengorbanan ini dibalas oleh Allah dengan balasan yang berlipat ganda dan diberi keberkahan. Kita doakan juga, kakak-kakak kita yang telah lepas dari pengurus OPPQ, yang sebentar lagi akan menghadapi UN, semoga semuanya lulus. Amin ya Allah ya rabbal ‘alamin.<br /><br />Kedua, saya ucapkan selamat atas terpilihnya ketua OPPQ baru, baik putera maupun puteri. Saya ucapkan selamat atas terbentuknya pengurus PPPQ yang baru. Mudah-mudahan kalian, dalam melaksanakan progam-programnya bisa lebih baik dari yang sudah-sudah. Maaf, saya tidak mengecilkan atau menyepelekan pengurus OPPQ yang lama. Kebaikan itu tidak ada batasnya. Kita telah baik, tentu ingin lebih baik lagi. Karena itu, mudah-mudahan dengan terbentuknya pengurus OPPQ yang baru, ke depan QF lebih baik dalam segala hal. Amin ya Allah ya rabbal ‘alamin.<br /><br />Santriawan dan santriawati rahikamullah. Menjadi pengurus OPPQ bukan berarti kalian bebas melaksanakan apa saja dan tidak ikut belajar atau melepaskan pelajaran karena disibukkan oleh hal lain. Pelajaran harus tetap dinomorsatukan. Menjadi pengurus itu hanya muatan tambahan, sebab insya Allah semua santri akan mengalami menjadi pengurus OPPQ. Sebab, pengurus OPPQ itu dibatasi waktu selama setahun. Pada 2013 kalian akan menghadapi UN, dan akan diganti oleh adik-adik kalian. Karena itu, justru kalian yang akan menjadi giliran. Sekali lagi, kalian harus tetap tidak boleh meninggalkan pelajaran, sekolah maupun pesantren dan ekstra. Kalian harus tetap belajar dengan baik. Saya harapkan, program Oppq di semua lini/bidang bisa berjalan dengan baik. Itulah harapan saya. <br /><br />Saya tadi mendengar, kalian dituntut keikhlasan. Pondok ini bukan untuk mencari jabatan yang ada imbalannya. Ini hanyalah pembelajaran. Kalian insya Allah ke depan akan berhadapan dengan masyarakat. Karena itu, pengurus harus dijadikan pembelajaran, di mana kalian berhadapan dengan adik-adik kalian. Mengurus mereka, tentu kalian dululah yang harus lebih baik. Jangan hanya mau menyuruh, sementara kalian tidak melakukannya. Menyuruh jamaah, tapi kalian tidak jamaah. Yang nggak ngaji dihukum, sementara kalian menjadi pemalas, tidur. Itu tidak benar dan tidak baik.<br /><br />Jadi, semua harus diawali dari diri sendiri. Kalau kita ingin ditaati, kita harus mengawali dari diri kita. Harus jadi orang yang rajin, mempunyai keinginan yang besar, punya harapan ke depan yang baik. Menjadi pengurus ini bukan berarti bisa semaunya. Sekalipun kalian pengurus, apabila melanggar aturan yang kita tetapkan bersama, maka konsekuensinya sama dengan adik-adik kalian. Kalau mereka dihukum, kalianpun sama akan dikenakan sanksi. Adik kalian dikenai sanksi oleh kalian, dan jika kalian melanggar akan disanksi oleh dewan asatidz atau pembina. Kalian tidak akan lepas dari hukuman. Ini berlaku sama dan untuk semua. Aturan ini bukan untuk adik-adik, tapi semua dan untuk kebaikan kita, karenanya harus didukung.<br /><br />Saya harapkan, selama menjadi pengurus OPPQ, silahkan kalian mengoreksi aturan yang ada. Kalau tidak baik atau ada yang kurang, silahkan dikoreksi dan ditambah. Ini untuk kita bersama. Harapannya, santri QF menjadi santri yang berhasil baik pelajaran sekolahnya maupun pondoknya. Kita dapat ilmu yang manfaat. Ini harapan kami.<br /><br />Anak-anakku santriawan santriawati rahimakumullah. Tentunya kepengurusan ini terdiri dari beberapa bagian; kebersihan, pengajaran, bahasa, dan yang lainnya. Saya harapkan semua bagian berjalan dengan efektif dan baik. Jangan hanya satu bagian yang jalan. Hanya olah raga saja karena semua senang misalnya, tapi bagian lain nggak jalan. Saya tidak harapkan ini yang terjadi. Semua yang mendapat tanggungjawab di bidangnya, mudah-mudahan sesuai bidangnya dan tanggungjawabnya, sehingga bisa dijalankan dengan baik. Jika di tengah perjalanan ada hal tertentu, silahkan minta saran pada guru-guru, rapat dengan kawan untuk mencari solusi yang terbaik. Kalau ada kesulitan, jangan dipikul sendiri. Biar kita bisa bergerak semua. Ini pembelajaran berorganisasi membimbing adik-adik. Kalau kalian kurang baik, ke depan kurang baik. Sekarang harus lebih baik, ke depan lebih baik lagi. Mudah-mudahan QF lebih maju dan lebih manfaat bagi orang lain<br /><br />Pondok ini milik kita semua, bukan milik saya. Kitalah yang harus mengurus dan merawatnya. Pondok ini tanggungjawab kita dan kita dituntut punya rasa tanggungjawab. Ini akan menjadi almamater kalian dan tempat mencari ilmu. Saya harapkan, semua yang menjadi pengurus OPPQ bertanggungjawab pada pondok ini dan penuh rasa cinta. Mudah-mudahan kalian bisa dapat ilmu yang manfaat buat diri kalian dan masyarakat. Saya titipkan pondok ini, karena kitalah penghuninya yang harus merasa memiliki. Dan kita harus bertanggungjawab memajukannya dalam segala hal, terutama menjaga hal-hal yang akan merusak pondok ini. Maju dan tidaknya pondok ini tergantung di tangan kita, tidak hanya di pundak saya sebagai pengasuh. Itulah yang saya harakan dari kalian semua. <br /><br />Kita harus menjaga hal yang merusak citra pondok dan harus diawali dari kepengurusan OPPQ. Kalau pengurus sudah acak-acakan, anak-anakpun akan acak-acakan. Insya Allah kalian akan menjadi baik semua. Kalian akan lebih baik dari yang sebelumnya. Amin! Itulah harapan kita ke depan, agar pondok ini betul-betul dirasakan manfaatnya oleh seluruh komponen masyarakat, tidak hanya warga Cikulur atau Warunggunung yang mempercayakan anaknya di pondok ini, tapi seluruhnya.<br /><br />Sebagai santri, kalian harus mencerminkan akhlak santri. Ini harus diawali dari pengurus yang punya akhlak karimah. Dengan teman jangan pakai bahasa yang menyinggung perasaan. Kalau bahasa tidak dijaga, yang keluar bisa menyakitkan. Na’udzu billah min dzalik. Kadang santri nggak betah karena bahasa yang keluar. Kita harus menjadi pengayom adik-adik kita. Mau bagaimana mengayomi, kalau kita sendiri kurang merangkul mereka. Jadi pengurus, inilah cara memperbaiki diri kita, untuk belajar menjadi pemimpin yang baik. Mudah-mudahan ini akan menjadi pengalaman buat kita semua, yang bisa kita ambil hikmahnya. Insya Allah suatu saat kita akan berhadapan dengan masyarakat banyak yang ada di kampung kita. Kalau sekarang sudah bisa bermasyarakat dengan baik, insya Allah nanti kita akan bisa bergaul dengan masyarakat yang luas juga dengan baik. Kepengurusan ini ada imbas dan arti yang penting untuk diambil hikmahnya ke depan.<br /><br />Sekali lagi saya tekankan, bukan berarti pengurus OPPQ berhenti belajar. Kalian harus belajar lebih giat, sebab akan diikuti adik-adik kalian.<br /><br />Itulah sambutan saya. Tidak perlu panjang lebar. Semoga yang saya sampaikan bisa dicermati. Semoga kalian menjadi pengurus yang baik, sehingga QF ke depan makin maju lagi dan santrinya makin banyak dan manfaatnya pun buat masyarakat kian banyak. <br /><br /><span style="font-style:italic;">Wal af’w minkum, wassalamu ‘alaikum Wr. Wb. <br /><br />*Sambutan Pengasuh disampaikan pada Malam Pelantikan Pengurus Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Qothrotul Falah (OPPQ), Senin, 5 Maret 2012, di Lapangan Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten dan disiarkan langsung oleh Radio Qi FM 107.7.</span><br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-47035020470421253282012-03-05T23:21:00.000+07:002012-03-05T23:23:28.586+07:00Pengurus OPPQ Harus Tetap Menomorsatukan BelajarPengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Labek Banten, KH. Achmad Syatibi Hanbali berharap, Pengurus Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Qothrotul Falah (OPPQ) Periode 2012-2013 yang baru dilantik tetap menomorsatukan kegiatan belajar mengajar.<br /><span class="fullpost"><br />“Pengurus OPPQ yang baru tidak berarti bebas menjalankan apapun di pesantren ini atau disibukkan oleh program-program kerjanya, sehingga tidak mau lagi belajar. Itu sebabnya, pengurus OPPQ yang baru tetap harus menomorsatukan pelajaran, baik pelajaran formal, pesantren maupun ekstrakurikuler. Semua itu jangan ditinggalkan.”<br /><br />Demikian dinyatakan Kiai Ibing – sapaan akrab pengasuh – saat memberikan tausiah pada Malam Pelantikan Pengurus OPPQ Periode 2012-2013, di Lapangan Qothrotul Falah, Senin (5/3/2012) malam, yang juga disiarkan langsung oleh Radio Qi FM 107.70. Tampak hadir pula Kepala SMA Qothrotul Falah, Pembina Majelis Pembimbing Santri (MPS), pengasuhan santri, dewan guru dan seluruh santri baik putera maupun puteri.<br /><br />Selain memberikan selamat kepada pengurus yang baru dan terima kasih kepada pengurus yang lama, Pengasuh yang baru terpilih menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lebak Periode 2012-2017 ini juga berharap, seluruh program kerja OPPQ bisa berjalan dengan baik dan lancar. “Semoga pengurus yang sekarang lebih baik dari yang sebelumnya. Ini bukan merendahkan pengurus sebelumnya. Yang namanya kebaikan itu harus terus bertambah. Walaupun yang sebelumnya sudah baik, namun yang sekarang harus lebih baik lagi, karena kebaikan itu tidak ada batasnya,” ujarnya.<br /><br />“Semoga masing-masing bidang bisa menjalankan program-programnya dengan baik. Namun penting diingat, pengurus OPPQ tidak ada imbalan materi apapun. Yang akan kalian dapatkan hanyalah pengalaman dan ini penting bagi kehidupan kalian ke depan,” tambahnya.<br /><br />Kiai Ibing berharap, kepengurusan ini dijadikan sebagai pelajaran kedewasaan. Misalnya, kata Kiai Ibing, untuk mengurus dan memperbaiki adik-adik kelasnya, maka harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. “Kalau ingin menjadikan mereka baik, kalian harus menjadi baik terlebih dahulu. Jangan sampai kalian menghukum adik-adik kelas yang nggak jamaah, ngaji, atau lainnya, sementara kalian sendiri tidak melakukannya dan bahkan malas-malasan,” himbaunya serius. “Kalau ingin ditaati bawahan, kita harus memulainya dari diri sendiri,” imbuhnya.<br /><br />Pengasuh juga berharap, jika Pengurus OPPQ yang baru mengalami kendala dalam kepengurusannya, mereka harus segera berkomunikasi dengan para guru dan pembimbing. “Jika ada masalah jangan dipikul sendiri. Kita harus bergerak semua, karena pesantren ini milik semua dan semua bertanggungjawab atas kebaikan pesantren ini,” katanya. <br /><br />Di akhir sambutannya, pengasuh menegaskan, maju atau mundurnya pesantren ini tergantung di pundak para penghuninya. “Janganlah kita malah menjadi bagian dari orang-orang yang merusak citra pesantren ini,” harapnya. “Itu sebabnya, semoga pesantren ini bisa rapi dan tidak acak-acakan. Pesantren ini bisa lebih baik dan besar lagi,” sambungnya.<br /><br />Pada pelantikan kali ini, agenda yang diselenggarakan antara lain sambutan dari Ketua Panitia Pemilihan Ketua OPPQ Ahmad Turmudzi, Pembacaan SK Pengurus OPPQ oleh Ahmad Amrullah, Pelantikan oleh Koordinator Majelis Pembimbing Santri (MPS) Aang Abdurohman SE, dan doa oleh Ahmad Hudaedy. Al-hamdulillah, agenda-demi agenda berjalan lancar.[enha] <br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-50367187897851452162012-03-03T23:18:00.000+07:002012-03-03T23:19:03.269+07:00Pengasuh Terpilih Lagi Menjadi Ketua MUI LebakPengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Cikulur Kab. Lebak Propinsi Banten, KH. Achmad Syatibi Hambali, kembali terpilih sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak untuk kedua kalinya. Pada Musyawarah Daerah (Musda) ke-8 yang diselenggarakan di Aula Multatuli Pemda Kab. Lebak, Kamis (1/3/2012), secara aklamasi Kiai Ibing – sapaan akrabnya – didaulat untuk menahkodai MUI Lebak Periode 2012-2017.<br /><span class="fullpost"><br />Pada Musda kali ini, hadir Bupati Lebak H. Mulyadi Jayabaya, Ketua MUI Propinsi Banten Prof. DR. AM Romli, dan para pejabat pemerintahan di lingkungan Kab. Lebak. Juga tampak tokoh-tokoh agama di lingkungan Kab. Lebak. <br /><br />Menanggapi keterpilihannya ini, Kiai Ibing menyatakan terima kasihnya atas dukungan para peserta. “Saya ucapkan terima kasih kepada para alim ulama yang telah memercayai saya untuk kembali memimpin MUI lima tahun ke depan,” ujarnya di hadapan para peserta Musda.<br /><br />Dalam sambutan perdananya, Kiai Ibing mengakui, tantangan MUI ke depan lebih berat lagi. “Karena itu, MUI Kab. Lebak akan terus melakukan komunikasi aktif dengan pengurus MUI tingkat kecamatan, sehingga setiap ada persoalan di tengah masyarakat yang berkaitan dengan tugas MUI dapat cepat diselesaikan,” ujarnya.<br /><br />Kiai Ibing juga menyatakan, roda kemimpinan MUI dijalankan sesuai arahan dan petunjuk MUI Propinsi dan Bupati Kab. Lebak. “Sesuai petunjuk dan arahan dari Pak Bupati dan Ketua MUI Banten, kami akan agendakan dialog langsung dengan umat di tingkat kecamatan setiap satu minggu sekali,” ujarnya seperti dikutip Koran Radar Banten, Jum’at (2/3/2012).<br /><br />Menanggapi keterpilihan ini, keluarga Pondok Pesantren Qothrotul Falah tentu saja menyambut gembira. Ini menunjukkan pimpinan mereka dipercayai oleh alim ulama. Namun demikian, kegembiraan ini harus diseimbangi usaha keras oleh semua pihak untuk membantunya, sehingga semua tugas-tugas beliau terlaksana dengan sebaik-baiknya. <br /><br />Semoga bisa menjaga amanah, Kiai![enha]<br /><br /><br /> <br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-51666740539164254792012-03-01T00:08:00.000+07:002012-03-01T00:09:27.221+07:00LMO untuk Perkuat Manajemen KepemimpinanSelama tiga hari, Senin-Rabu, 27-29 Februari 2012, Organisasi Pelajar Pesantren Qothrotul Falah (OPPQ) Cikulur Lebak Banten Periode 2012-2013 menyelenggarakan Latihan Manajemen Organisasi (LMO), di Lantai II Gedung Baru SMA Qothrotul Falah. Pesertanya khusus siswa-siswi Kelas XI SMA Qohtorotul Falah yang juga pengurus baru OPPQ.<br /><span class="fullpost"><br />“Kegiatan ini diniatkan untuk menguatkan manajemen kepemimpinan pengurus OPPQ periode 2012-2013, karena kita kan masih sangat belia, sehingga perlu banyak belajar tentang kepemimpinan dari para guru di pesantren ini,” kata Ketua OPPQ Putera, Faiz Apipi tentang kegiatan ini.<br /><br />Hal serupa disampaikan Ketua OPPQ Puteri, Puput Nadhifah. Menurutnya, pengurus OPPQ yang baru relative belum memiliki pengalaman apapun tentang kepemimpinan atau menangani santri. “Itu sebabnya, kegiatan ini menjadi tambahan bekal bagi kami untuk menjadi pemimpin yang benar-benar mampu menjadi teladan,” ujarnya.<br /><br />Bagi keduanya, kepemimpinan adalah tugas tak ringan yang karenanya tidak bisa dianggap main-main. Skill dan kapabilitas kepemimpinan penting untuk terus ditingkatkan, sehingga akan muncul pemimpin yang benar-benar layak. “Dengan pelatihan ini, setidaknya kita serius berupaya menjadi pengurus yang terbaik,” kata Faiz. <br /><br />Lantas, apa saja tema yang diusung dalam kegiatan ini? Menurut Faiz, diantara tema yang menjadi fokus kegiatan ini, adalah, Pemimpin sebagai Pelayan Umat dengan pemateri Nurul H. Maarif, Manajemen Organisasi (Ahmad Turmudzi), Pemimpin sebagai Teladan (Aang Abdurohman), Relasi antara Pemimpin dan Yang Dipimpin (Ahmad Amrullah), dan sebagainya.<br /><br />Harapan dari penyampaian-penyampaian materi ini, pengurus baru OPPQ akan mendapatkan bekal yang cukup untuk modal kepengurusannya selama setahun ke depan, sehingga mereka akan menjadi pribadi baru yang layak diteladani. “Insya Allah, asal kita mau capek, kita akan menjadi pemimpin yang baik,” tambah Puput.<br /><br />Menanggapi kegiatan ini, Koordinator Majelis Pembimbing Santi (MPS) Ustadz Aang Abdurohman menyatakan kesetujuannya. “Ini kegiatan yang positif dan harus didukung semua pihak, baik santri maupun guru-guru. Insya Allah banyak manfaat yang akan didapatkan,” ujar Putera Pertama Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah ini. “Dan ini tradisi tahunan bagi setiap pengurus baru,” imbuhnya.<br /><br />Oke, semoga niatan ini tercapai dan kalian benar-benar menjadi pemimpin yang terdepan dan sukses dalam segala agendanya. Amin! [enha]<br /><br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-85835432243744680282012-02-27T15:01:00.001+07:002012-02-27T15:01:48.847+07:00Faiz dan Uput Nahkodai OPPQ 2012-2013Dua santri asli Sarian Koncang Cikulur Lebak Banten, Faiz Apipi dan Puput Nadhifah akhirnya terpilih sebagai Ketua Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Qothrotul Falah (OPPQ) Putera-Puteri Periode 2012-2013, pada pemilihan yang berlangsung seru, Ahad (26/2/2012) sore, di Majelis Pondok Pesantren Qothrotul Falah.<br /><span class="fullpost"><br />Keduanya berhasil mengalahkan lawan-lawannya dengan perolehan suara cukup telak. Misalnya, untuk Ketua OPPQ Putera, Faiz Apipi berhasil mengumpulkan suara hingga 81,7 %, diikuti Ikrom Khotami 12,5 % dan TB Didin Saiful Ali 5,6 %. Sedangkan untuk Ketua OPPQ Puteri, Puput Nadhifah berhasil meraih 55,3 %, diikuti Eva Nur Khofifah 26,4 %, dan Siti Komariah 18,2 %. Suara-suara yang diperebutkan merupakan gabungan dari suara santri, dewan guru dan keluarga besar pesantren.<br /><br />Keterpilihan keduanya melalui proses panjang, sejak penjaringan secara ketat oleh tim pemilihan Ketua OPPQ Periode 2012-2013, uji kelayakan melalui berbagai test, debat kandidat yang disiarkan langsung oleh Radio Qi FM, dan sebagainya. Setelah melalui perjalanan panjang itu, di tengah guyuran hujan, keduanya berhasil dinobatkan sebagai nahkoda baru OPPQ Periode 2012-2013 menggantikan Muhammad Bahri dan Nani Najihah.<br /><br />Dalam sambutan kemenangannya, Faiz Apipi yang merupakan puteri KH. Sohib ini membukanya dengan mengutip Hadis Nabi Muhammad SAW, “kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun ‘an ra’iyyatih/tiap-tiap kalian adalah pemimpin dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. “Perasaan saya panas dingin,” katanya. “Ini musibah dan berat bagi saya, karena setahun ke depan harus mengemban amanah yang berat,” imbuh Siswa Kelas XI IPA SMA Qothrotul Falah ini.<br /><br />Namun demikian, ia menerima penuh kepercayaan para pendukungnya ini. “Saya sudah terpilih. Terima kasih banyak. Kalau saya benar, maka ikutilah saya. Kalau saya salah atau melanggar ketentuan yang ada, saya akan siap diberhentikan sebagai ketua OPPQ dan akan digantikan oleh yang lebih layak,” ujarnya seakan menirukan pidato kemenangan Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin al-Khattab, Usman bin Affan maupun Ali bin Abi Thalib. “Ini tak lain karena saya jauh dari kesempurnaan,” ujarnya rendah hati.<br /><br />Puput Nadhidah, dalam sambutan kemenangannya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pendukungnya. “Saya berharap dua calon yang kalah turut membantu dan mendukung kepengurusan yang terpilih,” pinta puteri kelima Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah KH. Achmad Syatibi Hanbali ini. <br /><br />Puput yang juga Siswa Kelas XI IPA SMA Qothrotul Falah ini berharap, kepengurusan OPPQ periode 2012-2013 lebih baik lagi dibanding sebelumnya. “Mudah-mudahan saya bisa menjadi pemimpin yang amanah, adil, jujur, dan suri tauladan yang baik, sehingga bisa membawa Pondok Pesantren Qothrotul Falah lebih baik lagi,” kata Ketua OPPQ terpilih yang terkenal dengan jargon “inner beauty”-nya ini. <br /><br />Okelah, para Ketua OPPQ yang baru, selamat bekerja mewujudkan impian kalian membawa QF menjadi lebih baik. Semoga kalian kian dewasa dan bijaksana.[enha] <br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-74469263633663066592012-02-27T00:17:00.000+07:002012-02-27T00:18:17.395+07:00OPPQ Awards Lancar, Dewan Guru NgeliwetPenyelenggaraan Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Qothrotul Falah Awards atau OPPQ Awards berlangsung lancar dan meriah, Kamis (23/2/2012) malam. Dihadiri segenap dewan guru dan santri, kegiatan yang dihelat sejak pukul 20.30 ini berlangsung hingga dini hari pukul 01.30.<br /><span class="fullpost"><br />“al-Hamdulillah, semuanya berjalan lancar. Nggak nyangka. Semua dihandel anak-anak dan hasilnya bagus sekali,” ujar Ustadz Ahmad Turmudzi, yang menjadi penanggungjawab kegiatan tahunan ini.<br /><br />OPPQ Awards merupakan ajang senang-senang atau tepatnya refreshing bagi para santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah yang telah setahun menjalani kegiatan di pesantren. Secara khusus, kegiatan tahunan yang dihelat jelang suksesi Kepengurusan OPPQ ini diisi dengan penilaian-penilaiaan terhadap kepribadian santri dan pengurus OPPQ. M<br /><br />isalnya, ada santri yang dinobatkan sebagai termalas, terbaik, tersolek, tercuek, terteladan, tersopan, terganteng, terwangi, termalas mandi, terajin belajar, tersering tidur, dan sebagainya.<br /><br />Demikian juga untuk pengurusnya. Ada yang dinobatkan sebagai yang terrajin, terdisiplin, terjutek, tergalak, dan seterusnya. Itu sebabnya, hingga larut malam sekalipun, kegiatan yang dihelat menggunakan lighting menawan dan diiringi slight menggunakan infokus plus power point ini ramai hingga usai. Apalagi ditambahi gantungan medali berisi snack untuk peserta yang mendapat predikat “ter”. Tambah ramai saja dan nggak bikin ngantuk. <br /><br />Dalam sambutan singkatnya, Kang Enha menyatakan, OPPQ Award ibarat malam perhitungan amal (yaum al-hisab). Apapun yang dilakukan santri selama di pesantren, akan dicatat oleh tim dan akan diumumkan hasilnya di malam ini. <br /><br />“Ini ibarat hari perhitungan. Yang baik akan kecatat dan yang buruk akan tertulis. Tentu kegiatan ini bukan untuk menghinakan yang buruk, melainkan untuk mengambil hikmahnya dan untuk perubahan bagi yang bersangkutan dan santri-santri lainnya,” ujarnya. “Insya Allah ini positif, asal niatnya bukan menghinakan,” sambungnya.<br /><br />Usai perhelatan OPPQ Awards, paginya para Dewan Guru Pondok Pesantren Qothrotul Falah menyelenggarakan ngeliwet bersama. Lauknya? Mantap! Ada ayam kampung, belut, ikan asin, dan yang paling penting tentu saja jengkol lado. Ditambah sambel yang mak nyus, suasan ngeliwet jelang shalat Jum’at itu kian gayeng saja. <br /><br />“Coba setiap Jum’at kita ngeliwet, pasti mantap,” ujar seorang guru berkelakar.[enha] <br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-19770758538844106702012-02-27T00:09:00.000+07:002012-02-27T00:10:28.055+07:00Soccer for Peace in Pesantrens Berdampak Positif Bagi SantriTraining of Trainer (TOR) “Soccer for Peace in Pesantrens” untuk guru-guru olah raga SMP/MTS/SMA/SMK Kec. Cikulur yang dihelat selama tiga hari, Selasa-Kamis (21-23/2/2012) berlangsung semangat. Para guru yang hadir tampak tiada bosan-bosannya mengikuti materi yang disajikan. Ditambah praktik lapangan yang mengasikkan, mereka kian bersemangat saja.<br /><span class="fullpost"><br /> “Saya senang penyelenggaraan TOT ini. Apalagi saya baru kali ini ikut serta kegiatan kayak begini. Tidak menjemukan dan bikin semangat. Trainernya bagus-bagus dan bisa membawa stabilitas semangat kita. Walaupun tiga hari, di ruangan dan di luar ruangan, suasananya tetap semangat,” ujar Guru Olah Raga SMAN 1 Cikulur, Wardoyo, yang menjadi peserta paling senior. <br /><br />Seperti diketahui, bekerjasama dengan Search for Common Ground (SFCG), Asian Soccer Academy (SFCG), dan Pondok Pesantren Qothrotul Falah, kegiatan yang diselenggarakan di tiga tempat, Pondok Baca Qi Falah, lapangan Futsal Qi Ibing dan Lapangan Simpati ini diniatkan untuk tujuan resolusi konflik melalui sepak bola. “Sekaligus untuk mencari bakat-bakat terpendam pesepak bola. Sebenarnya banyak yang berbakat, cuma nggak terpantau,” ujar Abdul Aziz, tim coaching dari ASA.<br /><br />Di hari pertama, TOT diisi dengan perkenalan sesama peserta, game-game, dan materi resolusi konflik. Juga dilakukan praktik main bola di lapangan yang disisipi nilai-nilai filosofis sepak bola; kerja sama, keuletan, tanggungjawab, focus gol, dan sebagainya. Sore harinya, dilakukan praktik coaching bersama para santri. Kegiatan lantas ditutup secara resmi Kamis siang, 23/2/2012, dengan pemberian cendera mata oleh SFCG kepada Pondok Pesantren Qothrotul Falah.<br /><br />Rencanananya, sebagai tindak lanjut kegiatan ini, pada April 2012 akan diselenggarakan turnamen mini antara tim binaan peserta TOT. Akan didampingi pihak SFCG dan ASA, kegiatan ini sekalian diniatkan untuk mencari bakat pesepak bola. <br /><br />“Jika ada yang bagus, nanti akan kita ajak ke Jakarta untuk dibina oleh ASA. Jika mampu bersaing dengan anak-anak binaan ASA lainnya, termasuk yang dari luar negeri, maka bisa kita rekomendasikan ke Liga Inggris,” ujar Aziz di depan para santri dan tim lainnya, di Lapangan Simpati, disambut tepuk tangan.<br /><br />Tak diduga, kegiatan ini ternyata juga direspon positif baik oleh santri maupun guru Pondok Pesantren Qothrotul Falah. Buktinya, baru sehari paska penyelenggaraan TOT ini, mereka sudah punya rencana-rencana jangka panjang terkait sepak bola untuk resolusi konflik.<br /><br />Pertama, bulan Mei 2012, pihak pesantren rencananya akan menyelenggarakan Turnamen Futsal antara SD/MTs/SMP Kec. Cikulur dan sekitarnya. Kegiatan akan diselanggarakan di Lapangan Futsal Qi Ibing. “Kita akan mencoba mencari sponsor-sponsor yang konsen dengan olah raga dan pengembangan bakat,” ujar Liandi Kaputera, penanggungjawab olah raga pesantren.<br /><br />Kedua, dalam waktu dekat akan dibuat lapangan sepak bola untuk santri. Al-hamdulillah, pesantren telah memiliki tanah kosong yang cukup luas, yang tidak termanfaatkan secara maksimal. “Ini cukup luas. Tinggal kita rapikan. Insya Allah dampaknya akan sangat positif bagi para santri dan masyarakat,” ujar Mang Udong, saat memantau lokasi bakal lapangan.<br /><br />Inilah bentuk positif lanjutan penyelenggaran TOT ini. Okelah kawan-kawan, insya Allah kebersamaan kita akan menjadikan pesantren tercinta ini maju dan kian ramai. Yuk kita terus bekerja untuk kemanfaatan orang banyak.[enha]<br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-86553012287058233492012-02-27T00:06:00.000+07:002012-02-27T00:07:40.924+07:00“Belajar Yang Rajin!,” Kata Bule KampungSetelah menghadirkan aktivis Search for Commond Ground (SFCG) yang pernah menuntut ilmu S2 di Belanda, Hijroatul Maghfiroh, Radio Komunitas Pondok Pesantren Qothrotul Falah Qi FM 107.7 kembali menghadirkan aktivis SFCG lainnya, yakni Zeva Aulia Sudana. Kali ini, bincang santai dengan wanita asal Bandung yang sudah melanglang buana ke berbagai negara ini diselenggarakan Selasa (21/2/2012) ba’da ashar hingga jelang maghrib, ditemani host Amwa dan Toni (siswa Kelas XII IPS dan IPA).<br /><span class="fullpost"><br />Dalam bincang santai itu, Zeva yang enam tahun tinggal di Melbourne Australia banyak bercerita pengalamannya berkeliling manca negara untuk program pertukaran pelajar atau pendidikan lainnya. Misalnya, ke Jerman, Amerika, dan sebagainya. Termasuk juga ke Taiwan. Dikatakan wanita berkerudung ini, sesungguhnya banyak kesempatan bagi siapapun untuk ke luar negeri melalui program beasiswa.<br /><br />“al-Hamdulillah, saya termasuk yang berkesempatan. Dan saya percaya, semua anak memiliki potensi. Potensi ini harus diasah dan harus berani bersaing. Jika nggak mau bersaing, maka akan kalah dari awal,” ujar Sarjana dari Universitas Katolik Parahiyangan ini. “Universitas ini nggak ngajarin agama lho. Ini hanyalah yayasan,” sergahnya buru-buru tentang universitasnya.<br /><br />Menurut Zeva, yang oleh rekan-rekannya dijuluki Bule Kampung karena lebih fasih berbahasa Inggris ketimbang Sunda ini, yang terpenting dimiliki adalah rasa percaya diri alias PD. “Bisa nggak bisa yang penting PD dulu. Harus maksimalkan diri,” pesannya menyemangati. <br /><br />Bagaimana mendapatkan informasi sekolah geratis di luar negeri? Dikatakan Zeva, kita harus rajin-rajin googling di dunia maya. Banyak informasi yang bisa didapat di sana. Selain itu, ujar wanita yang gemar jeprat-jepret kamera ini, silaturahim dengan berbagai pihak juga penting dijalani untuk menggali berbagai informasi itu.<br /><br />“Saling memberi info satu sama lain, itu penting sekali. Jangan pelit informasi. Karena seringkali, rejeki datang dari pintu silaturahim,” katanya.<br /><br />Bagi Zeva, pendidikan sangat penting karena ia mampu mengubah keadaan. Tidak hanya kita yang berubah, tapi juga masyarakat. “Kalau lahir miskin itu biasa. Tapi salah kita kalau mati juga miskin. Setidaknya kaya hati dan pendidikan,” katanya mengutip status face book rekan jejaring sosialnya. <br /><br />“Makanya belajar yang rajin!,” ujar Bule Kampung ini.<br /><br />Terkait kehadirannya di Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten untuk Program Soccer for Peace in Pesantrens bersama Asian Sport Academy (ASA), Zeva mengungkapkan kegembiraannya. “Seneng banget ke pesantren, karena terakhir saya ke pesantren 8 tahun lalu. Santri-santri di sini gaul, keren dan asyik-asyik. Ada Radio Komunitas Qi FM lagi,” katanya.[enha] <br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-63232584741921939332012-02-27T00:02:00.000+07:002012-02-27T00:05:08.253+07:00Sepak Bola Mengubah Konflik Negatif Jadi PositifOleh sebagian orang, sepak bola acap kali hanya dipandang sebagai olah raga fisik biasa, yang tak lebih sebagai ajang kompetisi untuk mengegolkan bola ke gawang lawan. Namun oleh yang lain, sepak bola dilihat secara arif untuk menemukan filosofi positif yang tersembunyi di sebaliknya.<br /><span class="fullpost"><br />“Sepak bola secara efektif bisa digunakan sebagai media untuk mempromosikan toleransi dan keramahan. Ada yang jadi penjaga gawang, striker, juga bek, semua harus bekerjasama dan menjalankan perannya dengan baik.”<br /><br />Demikian disampaikan Project Officer (PO) O Soccer for Peace in Pesantrens, Hijroatul Maghfiroh, dalam acara bincang santai bersama DJ Efan’d di Radio Qi FM, Senin (20/2/2011) malam. Ditemani Zeva (Common Ground) dan Damar (KBR 68 H), Firoh – sapaan akrab Hijroatul Maghfiroh – membawa misi dari Search for Common Ground (SFCG) menyebarkan perdamaian melalui sepak bola lewat Program Soccer for Peace. <br /><br />Dikatakan Firoh, yang pernah mukim di Belanda selama 1,5 tahun ini, setting pelatihan resolusi konflik ini sengaja tidak menggunakan media seminar atau diskusi. “Seminar atau diskusi akan sekali pakai dan tidak ada kelanjutannya. Ini berbeda dengan sepak bola, yang diyakini akan tahan lama, karena semua orang mencintainya,” ujarnya.<br /><br />Dalam sepak bola, katanya, ada persamaan yang bisa digali. “Semua orang suka sepak bola. Baik suku Jawa-Sunda, konglomerat-melarat, tua-muda, juga lelaki-perempuan tanpa pandang jenis kelaminnya. Ini menunjukkan ada kesamaan di sana, yaitu cinta,” katanya.<br /> <br />Inilah sebabnya, Firoh beralasan, sepak bola layak dijadikan sebagai media penyebaran paham kedamaian di kalangan masyarakat yang berbeda-beda latar belakangnya. “Dengan sepak bola, kita berharap bisa mengubah konflik negatif menjadi konflik positif,” harapnya. “Promosi toleransi melalui sepak bola juga akan mudah kena dan bisa dipraktikkan,” imbuhnya.<br /><br />Misalnya, Firoh mencontohkan, di dalam sepak bola, setiap pemain memiliki tugas dan tanggungjawab sendiri-sendiri. Ada bek, striker, sayap, penjaga gawang dan sebagainya. “Bek harus menahan nafsunya untuk mencetak gol, karena itu tugas striker. Kalau bek meninggalkan posnya karena nafsu mencetak gol, maka pertahanan akan berlubang dan bisa berbahaya. Inilah letak kerja sama timnya. Dan seharusnya antar manusia yang satu dengan yang lain juga demikian,” ujarnya. <br /><br />Melihat konflik yang banyak terjadi di negeri ini, Firoh menyatakan, konflik itu sesungguhnya ada yang negatif dan ada yang positif. “Yang negatif bisa diubah jadi positif. Yang destruktif bisa diubah jadi konstruktif. Dan itu bisa ditemukan dalam perbedaan yang ada. Perdamaian adalah proses, yang tak mudah diwujudkan. Namun kita harus terus mengupayakannya,” pintanya wanita asli Brebes Jawa Tengah ini semangat. <br /><br />“Kenapa pesantren yang dipilih sebagai partner?” tanya Kang Efan’d menggoda. Dalam jawabannya, Firoh menyatakan, dipilihnya pesantren sebagai partner tentu saja bukan lantaran banyak konflik terjadi di pesantren. “Pesantren itu berisi manusia yang berkualitas. Para santri itu calon pemimpin dan panutan masyarakat. Nilai perdamaian akan sangat efektif jika diketahui oleh mereka, karena kelak mereka akan jadi rujukan masyarakat,” katanya beralasan.<br /><br />Untuk diketahui, bekerjasama dengan Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, SFCG bersama Asian Soccer Academy (ASA), selama tiga hari, Selasa-Kamis (21-23/2/2012), mengadakan Training of Trainer (TOR) Soccer for Peace in Pesantrens bertempat di Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten. <br /><br />Peserta TOT yang juga diselenggarakan di sepuluh pesantren Indonesia ini adalah guru-guru olah raga dari sekolah-sekolah di sekitar Kec. Cikulur. Misalnya, SMAN 1 Cikulur, SMK Bina Bangsa, SMPN 1 Cikulur, MTs Nurul Athfal, SMPN 2 Cikulur, dan banyak lagi. Adapun tujuan kegiatan tiga hari ini adalah untuk mempromosikan nilai-nilai toleransi dalam sepak bola, menguatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai prinsip-prinsip penyelesaian konflik tanpa kekerasan.[enha] <br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-49963708723892472832012-02-12T00:08:00.001+07:002012-02-12T00:09:37.333+07:00Program Siaran Radio Qi FM Terus DimatangkanDitemani rekan-rekan “brutal” dari Jakarta dan Bandung, Suraji (SFCG), Adi (JRK Jabar), Dani (Radio PASS Bandung) dan Roni (Radio Cibangkong Bandung), kru Radio Qi FM tampak serius memusyawarahkan program siaran Radio Komunitas Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten. Bertempat di Pondok Baca Qi Falah, Rabu (8/2/2012) sore, rapat berlangsung semangat, karena seluruh kru menyambut positif agenda ini.<br /><span class="fullpost"><br />Dalam uraiannya yang panjang sebelum musyawarah program, Mas Adi banyak mengulas perihal etika dan persiapan bagi seorang penyiar radio. Dari soal pernafasan, mental, cara bicara, diksi, dan sebagainya. “Mental harus kuat. Saya melihat, SDM rekan-rekan di sini cukup baik. Tinggal ditingkatkan terus, hingga maksimal,” ujarnya.<br /><br />Usai gambaran Mas Adi, dinotulensi Agus F. Awaluddin, musyawarah mulai menukik pada pemetaan wilayah jangkauan penyiaran, stratifikasi sosial dan aktivitas masyarakat, kebutuhan informasi, dan kesukaan lagu-lagu mereka. Lantas dilanjut dengan penentuan program yang pas untuk mereka, dengan iringan lagu yang juga sesuai kondisinya, plus waktu penyiarannya.<br /><br />“Pokoknya kita diajarain banyak hal. Penentuan program menjadi lebih mudah, setelah dilakukakn pemetaan sedemikian rupa,” ujar Kang Agus, sapaan akrabnya sebagai penyiar tampak sumringah.<br /><br />Diharapkan, dengan pemetaan segala hal yang terkait dengan kebutuhan masyarakat, maka keberadaan Radio Qi FM akan kian terasakan manfaatnya, yakni bersiaran sesuai kebutuhan riil yang ada. “Ini yang penting dicapai. Jangan sampai siaran tapi sepi manfaat,” ujar Ahmad Turmudzi, pengurus lainnya.<br /><br />Karena bimbingan Mas Adi dkk belum tuntas, masih perlu pematangan kembali, maka gambaran pemetaan itu akan dimatangkan secara internal oleh pengurus Radio Qi FM. Insya Allah, dalam minggu-minggu ini, program-program itu telah matang dan siap disajikan secara lebih gurih kepada masyarakat. “Siaran saat ini masih sporadis, karena masih terus dilakukan pematangan program siaran,” ujar Ketua Radio Qi FM, Eneng Atikoh yang biasa dipanggil Miss Neng.<br /><br />Oke kawan, semoga keberadaan radio kebanggaan warga Pondok Pesantren Qothrotul Falah ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Yuk, kita bangun bersama radio ini.[enha] <br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-24912884835001516762012-02-12T00:01:00.000+07:002012-02-12T00:03:07.924+07:00Berawal dari Mimpi, Qi FM Hadir Menebar KeramahanRadio Komunitas (Rakom) Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, yang diberi nama Qi FM, berawal dari mimpi. Radio kebanggan santri dan masyarkat Cikulur yang mengudara perdana pada Selasa (7/2/2012) ini menempati frekuensi 107.70. Tujuan dasarnya tiada lain untuk menyebarkan kerahmatan dan kemanfaatan bagi para pendengar yang tersebar di wilayah Kec. Cikulur, Kec. Warunggunung, Kec. Cibadak, Kec. Pandeglang, dan sekitarnya.<br /><span class="fullpost"><br />Bagaimana proses berdirinya Radio Qi FM, berikut petikan wawancara penyiar Radio Qi FM Agus F. Awaluddin (AFA) dengan Nurul H. Maarif (NHM, biasa disapa Enha), yang turut membidani lahirnya radio ini, dalam talkshow yang disiarkan langsung oleh Radio Qi FM, Kamis (9/2/2012) menjelang magrib: <br /><br />AFA : Salam. Sehat Kang Enha?<br /><br />NHM : Wasalam, Kang Agus. al-Hamdulillah, berkat doa semua, saya sehat-sehat saja. Semoga seluruh kru Radio Qi FM juga sehat. <br /><br />AFA : Kang Enha, bisa diceritakan kepada para pendengar perihal awal mula munculnya Radio Qi FM yang menjadi kebanggaan warga Pondok Pesantren Qothrotul Falah ini?<br /><br />NHM : Radio ini berawal dari mimpi. Tentu bukan mimpi di siang bolong, melainkan mimpi yang diiringi ikhtiar. <br /><br />AFA : Maksudnya bagaimana Kang?<br /><br />NHM : Ini tidak jauh-jauh dari misi dakwah pesantren kita. Ketika awal 2009 saya mulai mengabdikan diri di sini (Ponpes Qothrotul Falah, red), saya melihat media dakwahnya masih terbatas mimbar saja. Dari ceramah ke ceramah. Dari kelas ke kelas. Segmen pendengar dan waktunya sangat terbatas. Padahal ada media lain yang bisa dimanfaatkan, semisal lembar (penerbitan), dunia maya (internet), udara (radio), dan sebagainya. Saya memimpikan, kenapa tidak pesantren ini berdakwah melalui seluruh lini ini?<br /><br />AFA : Benar, Kang. Lantas bagaimana?<br /><br />NHM : Lalu saya dan kawan-kawan yang konsen dengan penyebaran misi pesantren, merancang Pondok Baca Qi Falah, Buletin Qi Falah, www.qothrotulfalah.com, dan yang baru Radio Qi FM. Dengan demikian, kita telah mengisi ruang mimbar, lembar, maya dan udara. Mimpi yang sudah lama itu ternyata sedikit demi sedikit menjadi kenyataan juga. <br /><br />AFA : Kalau bisa diceritakan, mimpi radio ini bagaimana?<br /><br />NHM : Ya, itu tadi, saya membayangkan dakwah pesantren juga melalui udara, sehingga bisa menyapa masyarakat hingga pelosok desa di sekitar pesantren. Itu sebabnya, saya suka ceritakan mimpi ini pada kawan-kawan. Bahkan suatu saat, saya menulis di status face book saya, “Andaikan saja QF punya radio....”. <br /><br />AFA : Sampai segitunya?<br /><br />NHM : Benar, Kang Agus. Kan mimpi itu harus diceritakan kepada semua orang. Harapannya, yang mendengar akan turut mendoakan terwujudnya mimpi ini. Dan al-Hamdulillah, kalau pinjem bahasa Kang Iwan Fals, ini bukan “mimpi yang terbeli”. Ini mimpi yang benar-benar nyata. Allah menjawab doa di hati saya dan yang saya tuliskan di status face book saya, entah berapa bulan yang lalu itu. <br /><br />AFA : Bagaimana Allah menjawabnya?<br /><br />NHM : Allah Maha Kuasa. Ia menggerakkan hamba-hamba-Nya yang peduli dan punya keinginan sama untuk membantu kita. Lalu “diutus”-lah Search for Common Ground (SFCG) Jakarta, bekerjasama dengan the WAHID Institute dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), untuk merealisasikan mimpi itu. Inilah hikmah silaturahim. <br /><br />AFA : Bagaimana cerita silaturahim itu?<br /><br />NHM : Itu panjang. Nggak perlu diceritakan lah. Pada intinya, pihak SFCG memiliki program pendirian radio komunitas untuk pesantren. Mereka akan menyediakan segala perlengkapan siarannya, termasuk juga konsultan radionya. Atas rekomendasi kawan-kawan dari TWI dan P3M itulah Ponpes Qothrotul Falah ditunjuk sebagai mitra (satu-satunya dari Banten). Dan inilah hasil dari komunikasi itu. Karenanya kita harus berterima kasih kepada mereka, yang telah memberikan kepercayaan pada kita semua. <br /><br />AFA : Apa sesungguhnya misi yang diemban radio ini?<br /><br />NHM : Misinya sangat pesantren. Ingin menyampaikan Islam yang rahmat bagi alam atau ramah lingkungan. Ibarat orang makan, kita ini kan makannya satu meja, yaitu buminya Allah. Jamuan dan racikan makanannya pun sama-sama dihidangkan oleh Allah. Kenapa sih, meja makannya sama dan lauknya juga sama kok berantem? Ribut? Bawa pentungan? Melalui radio ini, kita ingin bahagia dan tertawa bersama, tanpa ada ganjalan di hati. <br /><br />AFA : Apa lagi?<br /><br />NHM : Kita ingin menyebarkan tradisi pesantren. Ada tahlil, maulid, ziarah, dan sebagainya. Juga kita ingin memyampaikan Islam yang ramah, bukan Islam yang marah. Ini yang harus diruwat dan dirawat oleh pesantren.<br /><br />AFA : Tujuan yang mulia Kang. Kalau soal nama Qi FM, itu filosofinya apa?<br /><br />NHM : Awalnya kita mau kasih nama QF FM. Tapi orang Sunda susah mengucapkannya. He.. Ada lagi usulan Q Falah FM, tapi kepanjangan. Lalu kita ringkas menjadi Q FM. Ternyata nama ini sudah sangat populer di berbagai belahan dunia. Di Zimbabwe, ada Radio Q FM, demikian juga di Dominika. Di Indonesia sendiri, tepatnya di Tasikmalaya ada Radio Q FM, yang sahamnya milik Yayasan Pendidikan Telkomsel (99 %) dan Koperasi Sumur Bandung (Kosumba, 1%). Ini singkatan dari Quantum FM. Karena alasan itu, lantas Q FM milik pesantren ini kita tambah hurufnya menjadi Qi FM, dengan singkatan Qothrotul Falah FM. Biar mudah diingat dan menancap di hati pendengar.<br /><br />AFA : Oh begitu... Harapan Kang Enha sendiri pada radio ini apa? <br /><br />NHM : Tentu saja saya berharap, radio ini bisa menyebarkan misi pesantren dengan sebaik-baiknya, sehingga masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya. Kepada para kru radio, saya berharap bekerjalah untuk umat dengan sebaik-baiknya. Karena radio ini mengemban misi “berkhidmat untuk umat”. Kepada masyarakat, berilah masukan-masukan positif untuk kelangsungan radio ini. Dan pada SFCG, saya berharap supportnya. Ibarat bayi yang baru lahir, tak mungkin bayi ini ditinggalin begitu saja. Perlu diajarin merangkak, jalan, dan lari. Haa... <br /><br />AFA : Kalau teknik penyiarannya sendiri, apa pihak pesantren sudah menguasainya?<br /><br />NHM : al-Hamdulillah, SFCG memberikan fasilitas pelatihan dengan mendatangkan kawan-kawan aktivis Radio Komunitas Jawa Barat. Ada Kang Adi, Kang Dani, dan Kang Roni. Thank banyak.<br /><br />AFA : Kalau harapan lain terkait pesantren ini ke depan?<br /><br />NHM : Ada satu harapan yang sangat kuat dalam diri saya, yang terus-menerus terbayang, yaitu mendirikan penerbitan. Namanya kita sudah punya, Qi Falah Pustaka atau Qi Pustaka. Naskah-naskahnya sedang kita godok, termasuk hasil tanya jawab agama dengan pengasuh yang dimuat secara berkala di www.qothrotulfalah.com. Nah, untuk yang satu ini, niatannya supaya ketika saya dan kawan-kawan meninggalkan dunia ini, masih tersisa kemanfaatan yang bisa diberikan kepada masyarakat. Al-khaththu yabqa zamanan ba’da shahibih wa katibul khaththi taht al-ardhi madfunun. Teks akan kekal sepanjang zaman, sementara penulisnya hancur lebur terkubur di kolong tanah. Ini cita-cita saya paling dasar yang belum terlaksana. Semoga ada rekan-rekan yang peduli dan berkenan turut membantu muwujudkannya. Tidak mustahil, Allah memberikan kejutan-kejutan lainnya. <br /><br />AFA : Mantap Kang. Semoga lekas terlaksana. Kita turut mendoakannya. Mungkin sampai di sini dulu, Kang, ngobrol-ngobrol kita, mengingat waktunya yang sempit. Terima kasih atas kehadirannya di Studio Qi FM. <br /><br />NHM : Terima kasih kembali.[]<br /><br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-18784879593292328602012-02-11T23:57:00.000+07:002012-02-12T00:00:41.914+07:00Muhadharah Akbar On Air di Radio Qi FMMuhadharah (latihan pidato) akbar santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten tahun 2012 ini sangat istimewa dan mengesankan. Tidak hanya penataan panggung dan program acaranya yang menarik karena ditata sebaik mungkin oleh para mudabbir, namun juga karena acara tahunan ini disiarkan langsung di Radio Qi FM, dengan frekuensi 107.70 FM. Ini lantaran permintaan pendengar yang ingin menyimak kegiatan muhadharah santri dari jauh. <br /><span class="fullpost"><br />“Ini baru pertama diselanggarakan sepanjang sejarah muhadharah. Ini berkat dukungan Mang Udong yang paham soal teknik. Tidak hanya itu, informasinya juga disharing lewat face book secara langsung dan dipantau di group Keluarga Pondok Pesantren Qothrotul Falah oleh para alumni,” ujar Ustadz Ahmad Turmudzi, saat berlangsungnya kegiatan ini, di Aula Serbaguna, Kamis (9/2/2012) malam. <br /><br />Dihadiri seluruh santri dan dewan guru, keberlangsungan agenda muhadharah ini diawali dengan pembukaan, lalu disambung pembacaan ayat suci al-Qur’an, shalawat, dan kasidah oleh Tim Kasidah Qothrotul Falah yang baru saja menyabet Juara Pertama Gebyar Maulid tingkat SMP/MTs se-Kec. Cikulur, Cileles dan Cimarga pada Sabtu (4/2/2012) di SMA N 1 Cikulur. <br /><br />Agenda lantas disambung sambutan oleh Ustadz Aang Abdurohman, SE atas nama Pondok Pesantren Qothrotul Falah. Dalam sambutan singkatnya, Putera Pertama Pengasuh ini menyatakan, muhadharah akbar kali ini diselenggarakan bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. “Kita sudah selayaknya mencintai Nabi Muhammad Saw, sebagai junjungan kita. Apalagi saat ini bertepatan dengan bulan maulud,” ujar alumni Ponpes Tebu Ireng Jombang dan Ponpes Lirboyo Kediri ini.<br /><br />Dikatakannya, siapapun yang tidak mencintainya, bukanlah termasuk golongan umat Nabi Muhammad SAW. “Akhir Februari 2012 ini kita insya Allah juga akan mengadakan kegiatan Maulid Nabi. Nanti para santri wajib mengenakan sarung, peci, dan koko,” ujarnya disambut tawa.<br /><br />“Kenapa Maulid Nabi itu penting?” tanyanya. “Ini karena Nabi Muhammad SAW adalah pemungkas para nabi. Maka kelahirannya penting untuk dimuliakan, karena kelahirannya dinanti-nantikan oleh makhluk seluruh alam raya ini,” jawabnya menimpali dirinya.<br /><br />Selain itu, Sarjana Ekonomi jebolan Universitas Tribakti Kediri ini juga menyinggung Radio Qi FM, yang baru dua hari mengudara. “Jarang pondok pesantren punya radio,” katanya disambut tawa hadirin. “Radio ini bisa menjadi media untuk berdakwah kepada masyarakat. Bisa ngaji kitab lewat radio, belajar Bahasa Inggris juga lewat radio. Kita harus bersyukur atas hadiah dari Allah SWT ini,” ungkapnya senang.<br /><br />Usai sambutan Ustadz Gaban – sapaan akrabnya – acara dilanjutkan ceramah dai cilik Tb. Ahmad Munawir (siswa kelas VIII MTs Qothrotul Falah) yang membawakan tema “Menghormati Orang Tua”. Lantas dilanjutkan public speaker, dengan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Diawali oleh Siti Muflihah (siswi Kelas XI SMA Qothrotul Falah, asal Tenjo Lebak) dengan Bahasa Inggris yang membawakan tema “Islam between Peace and War”, disambung oleh Moh. Rofki dalam Bahasa Arab, dan seterusnya. <br /><br />Ditemani snack dan minuman penghangat, malam yang dinginpun tak terasa cepat larut. Para santripun tampak semangat mengikuti jalannya acara ini dari awal hinggal usai. Goooodddd![enha]<br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-3465972052080990032012-02-09T13:03:00.000+07:002012-02-09T13:05:35.894+07:00Tim Kasidah Sabet Juara Pertama Gebyar MaulidBeberapa hari terakhir, kabar yang muncul dari Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten adalah kabar kesedihan. Dari pohon tumbang yang menghancurkan atap ruang guru sampai ambruknya jembatan penyeberangan balong santri. Kali ini, kabar gemberi hadir dari Tim Kasidah Santri, yang berhasil menyabet Juara Pertama Gebyar Maulid tingkat MTs/SMA se-Cikulur yang diselenggarakan oleh SMAN 1 Cikulur Lebak Banten, Jum’at (3/2/2012).<br /><span class="fullpost"><br />Dibiduani Elis Nur Fadhilah, tim kasidah yang terdiri dari siswi kelas VIII dan IX MTs Qothrotul Falah ini tampil percaya diri. Mengenakan seragam ala daerah, mereka tampil mengesankan dewan juri dan karenanya berhasil menyingkirkan kontestan lainnya. Inilah keberhasilan yang ke sekian kalinya diraih oleh tim kasidah binaan Ustadz Udong Khudori ini.<br /><br />Atas kemenangan ini, mereka berhak menggondol piala dan sejumlah uang pembinaan. Tak hanya itu, sanjungan dari Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah, KH. Achmad Syatibi Hanbali pun didapatkan. “Sukur ya, kalian bisa menang. Insya Allah nanti akan kita pikirkan untuk membeli alat-alat dan seragam lagi biar lebih semangat,” ujarnya tatkala menemui mereka di pesantren usai perlombaan.<br />\<br />Sebagai keharusan juara pertama, mereka diwajibkan tampil pada Peringatan Maulid Nabi SAW yang diselenggarakan oleh pihak SMAN 1 Cikulur, Sabtu (4/2/2012). Dalam kesempatan tampil pagi itu, ada kejadian yang unik, yang tak biasanya mereka dapati. Apa gerangan? SAWERAN penonton. <br /><br />“Awalnya saya maju, lalu buka dompet, dan nyawer Rp. 50 ribu. Eh, lalu Pak Camat Cikulurpun ikut nyawer Rp. 100 ribu. Lantas Pembina OSIS SMAN 1 Cikulur pun tak mau kalah nyawer Rp. 20 ribu. Ini jarang terjadi dan bisa menjadi motivasi mereka. Yang penting jangan menjadikan saweran sebagai tujuan,” ujar Kepala MTs Qothrotul Falah, Tanto Haryanto, sembari tertawa saat menemui Pengasuh di lapangan Pondok Pesantren Qothrotul Falah.<br /><br />Uang saweran yang terkumpul, lantas mereka belikan bakso ramai-ramai ke Rangkasbitung, diantar oleh Ustadz Ahmad Amrullah. Lumayan, perut padat, prestasi didapat. Tak hanya itu, Siva Siva Rizki, siswa kelas IX MTs Qothrotul Falah juga berhasil menyabet dua juara, Juara Ketiga Azan dan Juara Ketiga Qiraah. “Kalau digabung, juara Siva ya jadi enam,” gurau Asep, kawannya.<br /><br />Oke anak-anak, terus berkreasi dan senantiasalah berprestasi. Lumayan, bisa makan bakso tanpa mengeluarkan fulus. He..[enha]<br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-62036316306100544012012-02-09T13:00:00.000+07:002012-02-09T13:03:08.266+07:00Menempati Frekuensi 107.70, Q FM Mulai MengudaraRadio Komunitas Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, yang bernama Q FM, mulai mengudara sejak Selasa (7/2/2012) malam. Radio Komunitas hasil kerja bareng dengan Search for Common Ground (SFCG) Indonesia ini menempati frekuensi 107.70 FM dan menjangkau wilayah Kecamatan Cikulur, Kecamatan Warunggunung, Kecamatan Cibadak dan sekitarnya.<br /><span class="fullpost"><br />Sebelum mengudara, tim dari SFCG beserta konsultan Radio Komunitas, terlebih dahulu melakukan instalasi radio (meliputi pemasangan pemancar, alat-alat siaran, dan sebagainya). Terdiri dari Suraji (SFCG), Adi (Ketua Jaringan Radio Komunitas Jawa Barat), Dani (Penyiar Radio Pass Bandung), dan Roni (Penyiar Radio Cibangkong), mereka berkerja keras untuk mengudarakan Radio Komunitas kebanggaan Pondok Pesantren Qothrotul Falah ini. <br /><br />Selain itu, selama tiga hari, sejak Senin-Rabu (6-8/2/2012) mereka juga melakukan pelatihan penyiaran, pembuatan berita, jinggel dan sebagainya. Orang-orang “gila” radio ini tampak semangat bekerja siang malam demi kelangsungan Q FM. “Terima kasih akang-akang yang bekerja keras untuk Q FM. Dahsyat pokoknya,” ujar Eneng Atikoh, Ketua Radio Komunitas Q FM.<br /><br />Usai pelatihan dasar teknik-teknik keradioan, siaranpun dilangsungkan sebagai uji coba. Yang menjadi penyiar perdana, Selasa malam, adalah Eneng Atikoh yang akbrab disapa Miss Neng dan Agus F. Awaluddin yang akrab disapa Kang Agus. Keduanya guru-guru di Pondok Pesantren Qothrotul Falah, yang memiliki skill jurnalistik.<br /><br />Respon pendengarpun tampak ramai masuk ke meja redaksi. Ada yang memuji, mengirim salam, kangen-kangenan, dan sebagainya. Mereka berasal dari seputar Tajur, Cibuah, Muncang Kopong, bahkan Mandala, dan sebagainya. “al-Hamdulillah, mulai siaran sudah ada respon dari pendengar. Ini menyenangkan,” ujar Kang Agus, penyiar perdana.<br /><br />“Iya, ramai juga ya. Ini bisa menjadi tali silaturahim antara pesantren dengan alumni dan warga masyarakat. Dan yang penting kemanfaatannya bisa dirasa,” ujar Miss Neng.<br /><br />Melalui kerjasama dengan SFCG ini, Q FM berupaya menyebarkan informasi publik yang bermanfaat buat masyarakat, baik kesehatan, pertanian, agama, dan sebagainya. Bahkan diantara yang menjadi konsen Q FM adalah menyebarkan ajaran agama yang ramah lingkungan dan menjunjung tinggi penghargaan pada kebhinekaan. Termasuk juga sebagai ajang curhat positif bagi muda-muda.<br /><br />Untuk tujuan itu, maka beragam acara dikemas. Ada info pagi, diskusi tokoh, bedah buku, info kesehatan, dan banyak lagi. “Semoga ke depan, acara-acara lain bisa terus kita kembangkan sehingga keberadaan radio ini kian bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Miss Neng, yang pernah magang di Prambors FM ini. <br /><br />Oke, semoga Q FM yang mengampanyekan diri sebagai Green Radio (radio peduli lingkungan) ini kian menyemarakkan syiar Pondok Pesantren Qothrotul Falah dan kemanfaatan pesantren inipun lebih terasakan oleh masyarakat. Semoga![enha]<br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-24153231943974123742012-01-29T10:27:00.001+07:002012-01-29T10:29:20.966+07:00Pudarnya Ke-wara’-an Pemimpin KitaOleh Nurul H. Maarif*<br />Seorang sufi, Abu Ishaq al-Syairazi, suatu hari, hadir di sebuah masjid untuk turut serta menyantap hidangan, sebagai bagian dari tradisi yang berkembang di masyarakat kala itu. Usai menyantap makanan, iapun undur diri pulang ke rumah. Tanpa sadar, ia telah meninggalkan dinarnya di masjid. <br /><span class="fullpost"><br />Di tengah perjalanan pulang, ia teringat dinarnya yang tidak lagi berada di kantongnya. Iapun memutar arah balik lagi ke masjid untuk mencarinya. Di masjid, ia melihat dinar yang tergeletak di atas lantai, tepat di bekas tempat duduknya. Ketika hendak memungutnya, tiba-tiba ia mengurungkan niatnya dan bahkan tak menyentuhnya sedikitpun. <br /><br />“Rubama waqa’a min ghairi wa la yakunu dinari/Boleh jadi, dinar itu jatuh bukan dari kantongku. Dan boleh jadi, itu bukan dinarku,” batinnya hati-hati sembari melangkah pulang meninggalkan dinar yang tergeletak itu. Ia takut, kalau-kalau ternyata ia memungut dinar yang bukan haknya.<br /><br />Kisah yang diriwayatkan Imam Nawawi dalam Tahdzib al-Asma’ (I/173) dan dinukil kembali oleh Ahmad Farid dalam Tazkiyah al-Nufus (hal. 30), ini sungguh menggetarkan jiwa orang-orang beriman. Bagi lumrahnya orang seperti kita, apalagi dinar (barang) yang kita duga milik kita, yang nyata-nyata temuan atau bahkan jelas-jelas bukan milik kita saja, kita dengan tenang dan tiada perasaan berdosa berani mengambilnya. Tak jarang keberanian ini dilakukan berkali-kali dan terus menyandu, hingga akhirnya menggumpal menjadi kebiasaan korupsi. Lantas mendarah daging dan mengurat nadi. Pun menjadi kangker yang sulit terobati.<br /><br />Namun, nyatanya, itulah kehati-hatian seorang arif besar bernama Abu Ishak al-Syairazi, yang lebih mementingkan status makanan yang masuk ke dalam kerongkongannya, ketimbang memenangkan nafsu duniawinya yang sesaat. Bagi seorang arif, sebagaimana dijelaskan ‘Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad (Risalah al-Mu’awanah, hal. 34), makanan diyakini akan menghadirkan kekuatan, kekuatan akan memunculkan gerak dan gerak akan melahirkan ibadah. Jika yang disantap makanan haram (baik haram karena materinya maupun karena cara memperolehnya), maka kekuatan, gerak dan aneka rupa ibadah yang timbul darinya juga haram. Konsekuensinya, Allah SWT akan menolaknya mentah-mentah. Kondisi ibadah yang demikian ibarat membangun rumah di atas buih lautan, menurut Ibn Ruslan dalam al-Zubad-nya. <br /><br />Bahkan saking hati-hatinya, seorang bijak bestari bernama al-Harits al-Muhasibi (w. 243 H) memiliki kisah yang lebih unik lagi. Tatkala tangannya memegang barang syubhat (tak jelas status halal atau haramnya), urat tangan dan jemarinya bergetar, berkeringat dan tak berfungsi. Makanan yang dipegangnya pun sontak jatuh ke tanah. Bila memakan barang yang tak halal, tenggorokannya tak bisa menelannya, sehingga ia memuntahkannya. (Tulus Tanpa Batas, hal. 8). Inilah proteksi yang dikaruniakan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang bijak bestari, yang teguh memegang ke-wara’-an.<br /><br />Bagaimana Pemimpin Kita?<br /><br />Di zaman modern yang serba permisif dan hedonis ini, perilaku wara’ – menghindari makanan yang haram dan syubhat (Syeikh Nawai Banten, al-Futuhat al-Madaniyyah fi al-Syu’ab al-Imaniyyah, hal. 15) – seperti yang ditunjukkan para bijak bestari itu, mungkin hanya dianggap dongeng pengantar tidur belaka; untuk menyeyakkan tidur anak-anak kecil. Atau, bahkan dinilai sebagai utopia belaka. Kenyataannya, kearifan seperti ini memang sudah demikian sulitnya ditemui di tengah kehidupan modern ini. Jika Rasulullah SAW menyatakan “cinta dunia adalah pangkal kerusakan”, maka kita malah menggandrunginya, bukan menjauhinya. Dan inilah yang nampak nyata kini, terutama di kalangan para pemimpin kita yang mulia.<br /><br />Itu sebabnya, tak heran, pada zaman ini banyak yang bilang, apalagi yang halal, yang haram saja susah diraih. Alasan yang mengada-ada ini lantas menjadi dasar untuk berbuat semaunya; yang tak jarang merugikan banyak kalangan. Benar belaka kata Rasulullah SAW; akan datang suatu zaman, orang tidak lagi peduli dari mana mendapatkan rizkinya, baik dari jalan halal maupun haram. (HR Abu ‘Isa al-Tirmidzi). Hari kian hari, kehati-hatian dalam mencari rizki kian pudar saja dari diri kita. Yang penting perut kenyang, apapun akan dilakukan. Persetan dengan aturan agama!<br /><br />Tak heran pula, jika karenanya, Mahatma Gandhi menyatakan: “Bumi dan isinya cukup untuk memberi makan seluruh makhluk yang hidup di dalamnya, tapi tidak cukup untuk memberi makan satu orang yang rakus.” (Paku Bumi, dari Lebak untuk Ibu Pertiwi, hal. 143). Kerakusan inilah yang akan menggiring dunia ini pada kerusakan dan kebangkrutan akut dalam berbagai sendinya. Jika satu orang rakus saja sudah cukup merusak seluruh isi alam raya, apa jadinya kalau di atas muka bumi ini terdapat ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang yang rakus? Tentu saja kehancuran dunia akan kian cepat terwujud. Potensi “sunami kebangkrutan” ini yang semestinya ditanggulangi oleh semua pihak dengan penuh kearifan.<br /><br />Namun ironis dan mirisnya, jujur saja, suka tidak suka, tidak sedikit pemimpin kita yang justru menjadi bagian dari kerusakan ini. Keteladanan yang sejatinya harus melekat dalam diri mereka, malah tak lagi menampak. Ke-wara’-an pun telah lama pudar, atau bahkan memang tidak ada sama sekali sedari awal dalam diri mereka. Orientasi duniawi pun menjadi target utama kepemimpinannya. Kepentingan rakyat diletakkan dalam urutan kesekian setelah hajat nafsunya terpenuhi.<br /><br />Karenanya, lantas muncul berbagai tindak korupsi, semisal kasus Bank Century, Wisma Atlet, Wisma Hambalang, hura-hura renovasi ruang rapat miliaran rupiah, dan sangat banyak lagi. Pengorupsian dan penghamburan dana besar yang terjadi karena tidak adanya skala prioritas kebutuhan, dan lantaran adanya nafsu hedonis tanpa peduli pihak lain inilah tanda-tanda telah memudarnya ke-wara’-an itu. Bisa dipastikan, jika ke-wara’-an memudar, kebangkrutan negeri ini benar-benar telah diambang pintu. Kekayaan alam akan habis dihisap kerakusan mereka. Dan itu baru yang terjadi di pusat, belum lagi yang terjadi di lingkungan pemerintah daerah di seluruh penjuru negeri tercinta ini.<br /><br />Seharusnya, aliran darah, pikiran, dan hati pemimpin – siapapun dia – selalu bersuara: rakyat, rakyat, dan rakyat. Mereka tidak bisa tertidur pulas jika rakyatnya sengsara. Pun, tidak bisa bersenang-senang kala rakyatnya menderita. Sebab, kepemimpinan sesungguhnya diukur dari dampak kesejahteraan yang timbul bagi rakyatnya. “Pemimpin adalah pelayan rakyat,” pesan Rasulullah SAW. Fungsi pemimpin adalah melayani rakyat, bukan dilayani apalagi membangkrutkan mereka dengan tindak korupsi dan kejahatannya. Namun, apa yang kita saksikan selam ini?<br /><br />Dikutip Syeikh Nawawi Banten dalam karyanya Kasyifah al-Saja (hal. 6), Ibnu Atoillah al-Sakandari, arif besar penulis Kitab al-Hikam, menyatakan: “Diantara tanda-tanda hati yang mati adalah tiadanya kesedihan tatkala melanggar ketaatan dan tiadanya penyesalan tatkala mengerjakan pelanggaran.” Dengan uraian yang lebih luas, jika kehidupan para pemimpin kita saat ini tidak lagi beredar pada garis orbitnya untuk mensejahterakan rakyat, maka sejatinya mereka telah melakukan pelanggaran etika sebagai pemimpin. Jika pelanggaran ini tidak membuatnya bersalah atau menyesal, berarti hatinya telah beku dan bahkan mati. Hati yang mati, terang saja, tidak akan mampu membuat dunia ini terang benderang. Rakyatpun tidak akan beraih kemaslahatan apapun dari hati yang gelap gulita. Inilah kunci pokok kerusakan bangsa ini. <br /><br />Pertanyaannya, masihkah tersisa ke-wara’-an di hati para pemimpin kita, sehingga mereka lebih memikirkan kesejahteraan rakyat ketimbang mengejar hajat duniawinya? Bukankah Rasulullah SAW menyatakan; “sebaik-baik agama kalian adalah wara’” dan “tiada kebaikan bagi manusia, jika tiada wara’ dalam dirinya”? Semoga, Allah SWT segera menghadirkan buat kita pemimpin yang acuh pada kepentingan duniawi sesaat dan sungguh peduli pada kesejahteraan rakyat. Pemimpin yang lebih siap sengsara dan menderita, ketimbang lebih siap hidup senang dan bahagia. Pemimpin yang tidak bisa tidur lantaran memikirkan nasib dan masa depan rakyatnya. Wa Allah a’lam.[] <br /><br />*<span style="font-style:italic;">Santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten</span><br />(<span style="font-style:italic;">Radar Banten</span>, 27 Januari 2012)<br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-14628281820331986992012-01-22T08:08:00.000+07:002012-01-22T08:09:19.199+07:00Aku, Engkau, Kita, Adalah Keluarga<span style="font-weight:bold;">Oleh Nurul H. Maarif*</span><br />DIKISAHKAN, paskawafat Sufi Besar Abu Bakar al-Syibli (w. 334 H), konon beliau hadir dalam mimpi sahabatnya. Dalam mimpi itu, al-Syibli yang dijuluki majnun atau Si Gila, ditanya perihal kehidupannya setelah meninggal. Ia lantas menuturkan dialognya dengan Allah SWT.<br /><span class="fullpost"><br />“Wahai Abu Bakar al-Syibli, tahukah engkau, atas dasar apa Aku mengampuni dosa-dosamu?” tanya Allah SWT.<br /><br />“Karena kesalehan amalku,” jawabnya.<br /><br />“Bukan!”<br /><br />“Karena ketulusan ibadahku.”<br /><br />“Bukan!”<br /><br />“Karena hajiku, puasaku dan shalatku.”<br /><br />“Bukan!”<br /><br />“Karena hijrahku bersama orang-orang saleh/suci dan karena pencarian ilmu yang aku jalani”.<br /><br />“Bukan!”<br /><br />al-Syibli pun gamang. Ia telah berusaha menjawab atas dasar apa Allah SWT mengampuninya, namun segala amalan terbaik yang telah dipersembahkannya, ternyata tidak menyebabkannya diampuni. Dalam penasarannya, ia menghiba untuk mendapatkan jawaban dari-Nya. <br /><br />“Tuhanku, lantas karena apa?” tanya al-Syibli tak mengerti.<br /><br />“Ingatkah engkau, tatkala tengah berjalan di pedusunan Baghdad, engkau mendapati seekor kucing kecil yang lemah karena kedinginan. Ia meringkuk sangking dinginnya. Lantas engkau menaruhnya di kantong yang engkau bawa, karena kasih sayangmu dan untuk melindunginya.”<br /><br />“Benar, wahai Tuhanku.”<br /><br />“Karena belas kasihmu pada kucing kecil itulah, aku mengasihimu.”<br /><br />Kisah yang menggetarkan iman ini tercantum dalam Kitab Syarah Nashaih al-‘Ibad (hal. 8), karya Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi (lebih populer dengan Syeikh Nawawi Banten). Kisah serupa terjadi pada Imam Muhammad al-Ghazali (w. 505 H) dengan lalatnya, yang juga diterangkan dalam kitab yang sama. Jalur transmisi kisah-kisah ini sangat spiritual, yang karenanya tidak bisa diukur secara akademik. Itu sebabnya, kebenaran kisah-kisah ini masih membuka ruang diskusi. Tak heran, jika sebagian menolak dan sebagian lain menerima, bahkan mengaguminya.<br /> <br />Saya sendiri tidak terlalu peduli benar tidaknya kisah itu. Saya lebih memilih tenggelam untuk men-tadabburi atau merenungi makna luhur yang terselip di baliknya, ketimbang sibuk mendiskusikan statusnya, untuk kemudian saya amalkan dalam keseharian. Toh, yang jelas, kisah itu dicatat oleh Syeikh Nawawi Banten – ulama Nusantara asal Tanara Banten yang representatif dan diakui keagungannya oleh kalangan muslim baik di dalam maupun luar negeri. Jika beliau saja menerimanya, kenapa saya yang hina dan dangkal keilmuannya ini menolaknya? <br /><br />Selain itu, kisah kasih sayang al-Syibli pada kucing kecil di atas juga sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal dalam karyanya, Musnad Ahmad bin Hanbal. Beliau bersabda: “Orang-orang yang menyayangi akan disayangi Tuhan Yang Maha Penyayang. Sayangilah penduduk bumi, maka kalian akan disayangi penduduk langit.” Sabda ini menunjukkan, kasih sayang Allah SWT akan diberikan kepada siapapun yang menyanyangi, mengasihi dan melindungi makhluk-Nya; baik tetumbuhan, hewan maupun (terlebih) manusia. <br /><br />Pertanyaannya, makna tersirat apa yang bisa kita petik dari kisah heroik al-Syibli dengan kucing kecil itu? Pertama, tidak seharusnya kita menyombongkan diri sebagai yang terbaik hanya karena ibadah-ibadah yang telah kita tunaikan. Dalam kisah di atas, ternyata ibadah-ibadah atau ritual-ritual yang dijalani al-Syibli tidak lantas bisa menghadirkan cinta Allah SWT. Sebaliknya, Yang Maha Kasih lebih melirik kepedulian dan ketulusan al-Syibli menolong kucing kecil yang terancam mati kedinginan. Itu sebabnya, Islam mengajarkan “berlombalah dalam kebaikan”, baik dalam ritual, sosial-kemasyarakatan maupun yang lain. Pasalnya, kita tidak pernah tahu, perilaku bagian mana yang membuat Allah SWT mengasihi dan mengampuni kita. <br /><br />Kedua, sebagai manusia, tidak semestinya kita hanya peduli dan perhatian pada manusia, apalagi hanya pada yang seagama. Pada makhluk Allah SWT selain manusia, kita juga harus peduli, apalagi kepada manusia. Kepedulian sosial memang selayaknya tidak boleh pandang latar belakang; baik agama, status sosial, suku, maupun yang lain. Islam sendiri memandang, kelebihan manusia bukan terletak pada sisi lahiriahnya, melainkan hati dan perilakunya. Nabi Muhammad SAW bersabda: Tuhan tidak melihat tampang dan fisik kalian, melainkan melihat hati dan perilaku kalian. Itu sebabnya, beliau mengajarkan, tidak ada kelebihan orang Arab dibanding orang ‘ajam (non-Arab), orang kulit putih dibanding orang kulit hitam, lelaki dibanding perempuan, tuan dibanding budak, dan begitu seterusnya. Kelebihan terjadi hanya karena ketakwaan dan kemanfaatannya bagi makhluk Allah SWT lainnya. <br /><br />Dalam Quran Surah al-Hujurat ayat 13, Allah SWT berfirman: “Hai manusia, Aku ciptakan kalian dari golongan laki-laki dan perempuan, dan Aku jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenal. Sesungghnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling bertakwa.” Ayat ini dengan tegas menunjukkan, kemulian tidak hadir karena kelelakian atau keperempuanan, kesukuan atau kebangsaan, melainkan karena ketakwaan dan implikasi sosialnya. Syeikh Abdul Kadir Jailani menyatakan, “Kalian mengaku beriman, namun keimanan kalian tidak sah selama kalian memiliki makanan berlebih. Lalu, saat ada pengemis di depan pintu rumah kalian, kalian mengusirnya karena takut rugi.” (al-Fath al-Rabbani, hal. 140). <br /> <br />Ketiga, ibadah indivual (ritual keagamaan yang manfaatnya dirasakan diri sendiri) itu kalah luhur dibanding ibadah sosial (ritual keagamaan yang manfaatkan dirasakan makhluk lain, semisal yang dilakuan al-Syibli pada kucing kecil). Dalam Islam, dikenal adagium: al-muta’addi afdhal min al-qashir (ibadah yang manfaatnya dirasakan makhluk lain, itu lebih utama ketimbang ibadah yang manfaatnya dirasakan diri sendiri). Ibadah ritual setiap hari, namun tetangganya yang miskin, melarat atau sakit diacuhkan, maka ibadah itu tidak lagi memiliki nilai luhur. <br /><br />Pertanyaan besarnya; kenapa pada makhluk Allah SWT – apapun bentuknya, manusia, binatang yang dihormati maupun yang dihina atau tetumbuhan – kita harus mengasihi? Jawabannya, antara lain, ditemukan dalam sabda Nabi Muhammad SAW. Dikutip Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad dalam Kitab Risalah al-Mu’awanah, beliau bersabda; al-khalqu kulluhum ‘iyalullah wa ahabbuhum ila Allah anfa’uhum li’iyalihi (seluruh makhluk adalah keluarga Allah SWT; dan yang paling dicintai-Nya adalah yang paling bermanfaat untuk keluarganya).<br /><br />Dengan demikian, aku, engkau, dan kita, adalah keluarga besar, yang sama-sama “lahir” dari rahim dan kerahiman Tuhan. “Orang tua” kita adalah Dia. Rumah kita adalah dunia. Dan tempat kembali kita setelah tuntas menjalani kehidupan ini adalah pangkuan-Nya. Jika demikian, sebagai keluarga besar, pantaskah kita bermusuhan, sementara kita memiliki orang tua yang sama dan rumah yang satu? Pantaskah dan tegakah kita membunuh saudara kandung kita sendiri, hanya karena alasan berbeda? Hanya orang picik, kerdil dan telah sirna kasih sayangnya saja yang tega melakukannya. Dan ini tidak layak disebut orang beragama yang sesungguhnya.<br /><br />Jika aku, engkau, dan kita, adalah keluarga, sudah selayaknya kita saling bahu-membahu membangun keutuhan dan kerukunan keluarga besar kita, sehingga “orang tua” kita bangga. Jangan sampai “orang tua” kita murka dan menghukum kita, karena perteruan tak berujung antara kita dengan saudara-saudara kita. Pun, jika ada saudara kita yang lemah dan membutuhkan uluran tangan; aku, engkau, dan kita, karena keluarga, juga sudah semestinya saling bahu-membahu membantu. Tidak seharusnya, karena saudara kandung kita berbeda status sosial atau aktivitasnya, kita lantas memusuhinya dan seakan-seakan tiada lagi ikatan kekeluargaan. Tidakkah kita malu dengan Abu Bakar al-Syibli yang begitu peduli pada kucing kecil yang terancam mati kedinginan, padahal ia hanyalah seekor hewan? Bukankah aku, engkau, dan kita, adalah keluarga? Wa Allah a’lam.[] <br /><br />*Santri Ponpes Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten<br />(Radar Banten, 20 Januari 2012)<br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-61682206540277065562012-01-22T07:55:00.000+07:002012-01-22T07:57:00.967+07:00Fauzul dan Siti Muflihah Nahkodai Dewan KerjaDewan Kerja (DK) Bantara SMA Qothrotul Falah Ambalan Umar bin Abdul Aziz dan Siti Khadijah kini memiliki nahkoda baru. Fauzul Iman Muzayid (santri asal Ciputat Tangerang) dan Siti Muflihah (santri asal Tenjo Bogor) terpilih sebagai Ketua DK laki-laki dan perempuan, dalam pemilihan yang berlangsung demokratis, Sabtu (21/01/2012) malam, di Majelis Puteri Pondok Pesanten Qothrotul Falah. Hadir jajaran dewan guru baik MTs maupun SMA Qothrotul Falah.<br /><span class="fullpost"><br />Pemilihan ketua yang dibimbing Ustadz Agus F. Awaluddin ini menghadirkan empat calon; Fauzul Iman Muzayid, TB Didin Saiful Ali, Siti Muflihah dan Siti Komariah. Dengan tema “Pemimpin, Siap Memimpin dan Siap Dipimpin”, pemilihan yang berlangsung seru ini diawali sambutan Mabigus SMA Qothrotul Falah, Nuru H. Maarif.<br /><br />Dalam sambutannya, ia berharap pemilihan Ketua DK ini dijadikan sebagai ajang berlatih mengemban amanah. “Yang menang berarti mendapat limpahan amanah dari rekan-rekannya, untuk mengelola aktivitas kepramukaan di pesantren ini dengan sebaik-baiknya. Karenanya, ingatlah, kepempimpinan itu ada tanggungjawab moral-spiritualnya. Dengan kebersamaan, insya Allah semuanya bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.<br /><br />Nurul H. Maarif lantas menceritkan teladan-teladan kepemimpinan pada zaman Nabi Muhammad dan para shahabat. “Pada intinya, pemimpin itu harus paling siap sengsara, merana, nestapa, dan paling terakhir bahagia. Itulah keteladanan kepemimpinan Nabi Muhammad dan para shahabat. Jika kita siap seperti itu, insya Allah pintu kesuksesan tinggal menunggu dibukanya saja,” ujarnya.<br /><br />Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ustadz Agus F. Awaluddin, dalam sambutannya menyatakan, pemimpin haruslah dipilih dari sosok yang paling dipercaya. “Karenanya, pemilihan harus melibatkan hati nurani. Jangan ada money politic seperti pemimpin-pemimpin kita di atas,” katanya menyindir, disambut tepuk tangan hadirin. “Juga, harus yang serius dan dapat dipertanggungjawabkan,” imbuhnya.<br /><br />Ustadz Agus juga berharap, calon yang terpilih ikhlas dan yang tidak terpilih legowo. Lantas, jalinlah kerja sama sebaik-baiknya. “Jangan ada ungkapan; saya tidak memilih dia kok. Ini yang akan bikin rusak sistem kepemimpinan,” ujarnya berharap. “Mudah-mudahan pemilihan ini lebih baik lagi dan pramuka Qothrotul Falah lebih bagus lagi,” sambungnya.<br /><br />Usai prakata Ketua KPU, agenda dilanjutkan dengan penyampaian visi dan misi calon ketua. Secara bergiliran, Fauzul, Didin, Siti Muflihah, dan Siti Komariah, menyampaikan rencana-rencana dan target-target kepemimpinannya jika terpilih. Barulah setelahnya diselenggarakan pemungutan suara, dengan konstituen anggota Bantara dan para dewan guru. Terpilihlah Fauzul Iman Muzayid dan Siti Muflihah dengan selisih suara cukup tinggi, mengalahkan lawan-lawannya.<br /><br />Dalam sambutan perdananya, Ketua DK laki-laki, Fauzul berharap, semoga visi dan misinya bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya. “Thank buat kawan-kawan semua. Semoga, sesuai Dasadarma Pramuka, saya bisa bertanggungjawab dan dapat dipercaya,” pungkasnya.<br /><br />Sedang Ketua DK perempuan, Siti Muflihah, berharap dirinya bisa mengemban amanah yang dibebankan oleh para anggota, untuk tujuan memajukan pesantren. Tak ketinggalan pula, ia berharap dirinya selalu dirangkul jika melakukan kekeliruan atau menjalankan roda kepemimpinan tidak sesuai orbitnya. “Ingatkan saya, kalau saya salah,” pintanya, layaknya pidato kekhalifahan Abu Bakar al-Shiddiq.<br /><br />Calon yang tidak terpilih, Didin dan Siti Komariah, dalam sambutannya menyatakan dirinya legowo dan akan mendukung penuh ketua terpilih. “Kalau lawannya bukan saya, mungkin Fauzul nggak akan menang,” ujarnya disambut tawa. “Walaupun saya kalah, inilah pengalaman terbaik saya. Di luar pesantren, belum tentu saya dicalonkan,” katanya. “Semoga yang jadi pemimpin, itulah yang terbaik buat kita,” ujar Siti Komariah.<br /><br />Sip lah. Semoga seluruh harapan kalian dan kita semuanya terkabul, sehingga kemajuan bisa kita unduh.[enha] <br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1330671404094115042.post-19049304122810974572012-01-17T11:38:00.000+07:002012-01-17T11:40:30.543+07:00Penjaga Tradisi<span style="font-weight:bold;">Oleh Fauzul Iman Muzayid*</span><br /><br />Hari apa yang paling panjang nan indah? Tentu jawabannya hari Jum’at. Kalau tidak percaya, tanya saja sama Arju dan Asep. Kalau masih tidak percaya lagi, tanya saja sama santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah (QF) Cikulur Lebak Banten.<br /><span class="fullpost"><br />Hari Jum’at adalah weekend bagi para santri. Surat izin keluarpun mudah didapatkan. Bisa dipastikan, pondok bakalan sepi kayak kuburan pada hari Jum’at.<br /><br />Rutinitas keluar pondok tiap hari Jum’at sudah seperti kewajiban bagi para santri. Maklum, setiap hari mereka bergelut dengan hafalan-hafalan pelajaran dan peraturan pondok yang ketatnya minta ampun. Jadi, wajarlah otak mereka membutuhkan refreshing.<br /><br />Arju al-Farizi dan Asep Saifuddin adalah santri Pondok QF yang berniat izin keluar untuk bersilaturahim ke rumah kakak alumni mereka yang bernama Mang Irul. Di mata mereka berdua, silaturahim adalah media yang tepat untuk menyalurkan hasrat keluar mereka.<br /><br />Selain bernilai sunnah, silaturahim sama artinya dengan penghematan. Mereka cukup sedia uang buat transport. Sementara keperluan makan dan minum, tuan rumah dijamin bakal kasih geratisan. Soal geratisan mereka jagonya.<br /><br />Arju dan Asep sudah berdiri di halte bis depan pondok. Seperti biasa, mereka mengenakan atribut kebesaran; kopiah hitam, baju muslim dan sarungan. Mereka berdua memang sedang menjaga tradisi pesantren. Ke manapun mereka pergi selalu mengenakan identitas resmi mereka, yaitu menjadi seorang santri tulen. <br /><br />“Ju, ada bis tuh. Ayo kita cegat,” ucap Asep.<br /><br />“Ayo cepetan. Bisnya sudah dekat,” jawab Arju.<br /><br />Bis semakin mendekat dengan mereka. Tapi apa yang terjadi?<br /><br />Wrooonnggg.... wrooonnngggg.... wrooonnngggggg..... Bis itu bukannya mengurangi kecepatan, malah melaju semakin cepat. Wuuuzzzzz.... Bis terus melaju dengan kencang.<br /><br />Kesulitan menghentikan bis, dulu tak pernah mereka alami. Semenjak mereka berikrar untuk menjaga tradisi lama kaum santri salafi (tradisional), sopir dan kenek bis tidak mau berhenti, hanya karena risih melihat dandanan mereka yang nyentrik; sarungan dan kopiahan.<br /><br />Saat ini, banyak santri yang sudah tidak pede pakai kopiah, baju muslim dan sarungan saat keluar pondok. Mereka lebih suka mengganti sarung dengan celana jeans. Baju muslim dengan t-shirt. Dan kopiah dengan topi kayak rapper. <br /><br />Perubahan santri di pondok ini sebenarnya karena pengaruh trend yang harus berubah. Dulu, pondok QF terletak di sudut kampung. Sekelilingnya hamparan sawah yang luas. Kini, sawah-sawah itu telah berubah menjadi kompeks perumahan, pusat hiburan dan perbelanjaan.<br /><br />Perubahan itulah yang membuat citra santri yang sederhana dan apa adanya mulai hilang. Itulah yang menyebabkan mereka berdua nekad untuk menjaga tradisi santri. Misalnya, mereka lebih memilih tinggal di gubug yang reot, daripada tinggal di bangunan lantai tiga, mengganti lampu listrik dengan lampu teplok dan sebagainya.<br /><br />Berjam-jam mereka menunggu bis. Tidak terasa, hari beranjak sore. Mereka belum juga mendapatkan bis, sampai akhirnya mereka mengurungkan niatnya untuk bersilaturahim ke rumah Mang Irul.<br /><br />Tapi mereka tak pernah menyerah untuk menjaga tradisi santri yang terkesan sederhana; bersarung dan berkopiah. Sabar, sabar dan sabar. Itulah kata yang selalu mereka ucapkan, yang selalu bersemangat untuk menjaga tradisi dan tidak akan pernah menyerah. Semangat terus Arju dan Asep![] <br /><span style="font-style:italic;"><br />*Siswa Kelas XI IPA SMA Qothrotul Falah, asal Ciputat Tangerang Banten</span><br /><br /><br /><br /></span>pondok baca qi falahhttp://www.blogger.com/profile/16295038276805269713noreply@blogger.com0